Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekedar Nama Kegiatan, Banyak Makna dari FGD

4 September 2020   11:46 Diperbarui: 4 September 2020   11:49 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi FGD (KOMPAS.com/Mei Leandha, Gambar sudah diolah)

Minggu lalu, kami diundang mewakili sekolah dalam rangka mengikuti Focus Group Discussion (FGD) dengan tema saran dan masukan Rencana Strategis (Renstra) salah satu universitas di kota kami.

Kami diundang untuk memberi saran dan masukan dari aspek pendidikan terutama mengenai kecenderungan siswa sekolah menengah melanjutkan studi di perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

Selain kami, diundang juga narasumber untuk berbicara tentang topik ini dari berbagai aspeknya. Ada narasumber yang membahas aspek ekonomi, kesehatan dan seni budaya. 

Sesuai dengan namanya FGD memang dirancang bertujuan untuk mendapatkan kedalaman informasi akan suatu hal dari berbagai aspeknya.

Pada FGD ini kami memaparkan pengalaman empiris kami mengenai minat siswa untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Pemaparan, kami lengkapi dengan data hasil survei kepada siswa yang memang sudah kami lakukan sebelumnya.

Kami membagi pembahasan menjadi dua bagian. Bagian pertama minat siswa kuliah di dalam negeri dan bagian kedua minat siswa kuliah di luar negeri.

Minat Kuliah di Dalam Negeri

Berdasarkan pengalaman dan data survei yang kami dapatkan, ada beberapa poin penting berkenaan dengan minat siswa kuliah di dalam negeri. Diantaranya adalah pentingnya budaya sekolah tempat siswa mengenyam pendidikan. 

Budaya sekolah yang dimaksud adalah dimana seluruh warga sekolah khususnya siswa, bisa saling memotivasi, menyemangati dan mempengaruhi satu sama lain. Ini adalah contoh faktor internal yang membentuk budaya sekolah tersebut.

Faktor lain yang mempengaruhi budaya sekolah adalah faktor eksternal. Dari faktor ini kami melihat pentingnya peran alumni dan orang tua. 

Peran alumni adalah lebih kepada membentuk opini siswa akan sebuah universitas. Dengan program sosialisasi yang biasa dilakukan, alumni mencoba menjelaskan sisi positif dari sebuah universitas. Sudah pastinya sosialisasi ini dikemas sedemikian rupa dengan tujuan merekrut mahasiswa baru.

Sedangkan peran orang tua adalah lebih kepada pemberian bimbingan dan dorongan, walaupun ada juga orang tua yang otoriter memaksakan kehendaknya. 

Jika diperhatikan, sebenarnya orang tua lebih banyak mempertimbangkan sisi ekonominya, karena tidak bisa dipungkiri kuliah memerlukan biaya yang tidak kecil. Biaya hidup, biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan embel-embel biaya lainnya terkadang memberatkan orang tua.

Saya merasakan sendiri mengenai hal ini. Dulu pertimbangan masalah biaya ini juga yang membuat saya memilih tawaran beasiswa, walaupun saya harus meninggalkan universitas dan jurusan yang saya impikan.

Minat Kuliah di Luar Negeri

Untuk minat berkuliah ke luar negeri, lebih berbeda konsiderasinya. Kebanyakan siswa ingin belajar di luar negeri dengan berbagai alasan. Apalagi di era globalisasi informasi dan komunikasi seperti yang terjadi saat ini sangat menarik minat siswa untuk pergi ke luar negeri.

Ada hal menarik mengenai kuliah di luar negeri ini. Seperti dilansir dari kompas.com, hari Minggu (30/8/2020) pada acara Penutupan Simposium Internasional Online Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2020 secara virtual di Jakarta, ada ucapan permohonan Menteri Nadiem Makarim kepada para pelajar di luar negeri. "Mohon kembali ke Tanah Air, negara Indonesia membutuhkan Anda," ucap Mas Menteri Nadiem.[1]

Ya, miris memang ketika kita melihat putra-putri terbaik bangsa justru lebih senang berdiam dan bekerja di luar negeri disaat negaranya sendiri membutuhkan. 

Ini juga yang menjadi salah satu dilema bagi kita ketika ingin mengarahkan siswa ke luar negeri. Ada rasa takut. Takut justru kita menjerumuskan mereka. 

Apalagi pergaulan di luar negeri sana yang terlampau bebas bisa-bisa membuat siswa melupakan budaya asli yang dimilikinya.

Walaupun dengan segala ketakutan seharusnya tidak membuat kita patah arang. Dengan bimbingan, arahan dan pondasi yang kuat siswa seharusnya bisa membentengi diri dari kontaminasi buruk budaya luar negeri.

Oleh karena itu, minat siswa yang ingin belajar ke luar negeri harus kita salurkan. Yang menarik adalah pada kenyataannya, kebanyakan minat ini tidak diiringi dengan keseriusan. Ketika sampai pada keputusan akhir, banyak siswa yang tidak siap dan tak berdaya untuk merealisasikan minatnya.

 Banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Diantaranya masalah rumitnya prosedur yang harus dijalani, kurangnya informasi, kurangnya bimbingan dan pengarahan dan sudah pastinya faktor biaya. Beasiswa luar negeri yang diharapkan sebagian besar siswa sulit untuk didapatkan.

Seharusnya sekolah bisa menyiasatinya. Diperlukan bimbingan rutin dan berkala untuk bisa mengarahkan siswa kuliah ke luar negeri. Keseriusan siswa berbanding lurus dengan keseriusan sekolah. Sangat disayangkan jika minat dan potensi siswa tidak dimaksimalkan sekolah.

Sebuah Refleksi

Apa yang bisa kita pelajari dari acara FGD ini? FGD, bukan hanya sekedar nama kegiatan ini, banyak makna yang bisa dipetik darinya. Ketika kita memperhatikan namanya Focus Group Discussion ada tiga poin penting didalamnya, terarah (focus), kelompok (group) dan diskusi (discussion).

Ya, ketiga hal tersebut diperlukan untuk bisa mengetahui kecenderungan minat siswa dalam melanjutkan studinya. Bukan hanya itu, yang lebih penting lagi adalah untuk bisa mengarahkan dan membimbingnya dalam merealisasikan minat tersebut. Ketiganya harus dikemas dalam sebuah program yang komprehensif.

Program yang komprehensif harus terarah (focus). Hal ini memerlukan perencanaan dan pelaksanaan program yang diuraikan dalam langkah-langkah yang jelas. Program yang terarah akan bisa membentuk budaya sekolah yang positif untuk mengarahkan minat siswa.

Untuk menjalankan program dibutuhkan kelompok kerja (group) dengan uraian tugas yang jelas dan saling mendukung. Tidak justru saling tumpang tindih atau saling mengandalkan. Diperlukan pemikiran atau konsensus bersama untuk bisa merealisasikannya.

Dalam menjalankan program diperlukan diskusi (discussion) mendalam. Setiap orang bebas mengeluarkan pikiran dan pemikirannya dalam forum diskusi. Diharapkan akan didapatkan pemahaman mendalam akan setiap langkah yang akan diambil, tidak hanya memperhatikan permukaannya saja.

Alhasil, FGD ini membuat kami harus berbenah. Berbenah untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk siswa-siswa kami. Sekolah harus bisa menjadi penunjuk jalan untuk siswa menggapai cita-cita dan mimpi-mimpinya. 

Rasanya sekarang waktunya kita memulai, tidak ada kata terlambat untuk hal ini. Semakin cepat kita menyadarinya, semakin cepat kita bergerak, semakin banyak siswa-siswa yang akan merasakan manfaatnya.

[Baca juga: Lika-liku Wisuda Sekolah Kami]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun