Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekedar Nama Kegiatan, Banyak Makna dari FGD

4 September 2020   11:46 Diperbarui: 4 September 2020   11:49 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi FGD (KOMPAS.com/Mei Leandha, Gambar sudah diolah)

Sedangkan peran orang tua adalah lebih kepada pemberian bimbingan dan dorongan, walaupun ada juga orang tua yang otoriter memaksakan kehendaknya. 

Jika diperhatikan, sebenarnya orang tua lebih banyak mempertimbangkan sisi ekonominya, karena tidak bisa dipungkiri kuliah memerlukan biaya yang tidak kecil. Biaya hidup, biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan embel-embel biaya lainnya terkadang memberatkan orang tua.

Saya merasakan sendiri mengenai hal ini. Dulu pertimbangan masalah biaya ini juga yang membuat saya memilih tawaran beasiswa, walaupun saya harus meninggalkan universitas dan jurusan yang saya impikan.

Minat Kuliah di Luar Negeri

Untuk minat berkuliah ke luar negeri, lebih berbeda konsiderasinya. Kebanyakan siswa ingin belajar di luar negeri dengan berbagai alasan. Apalagi di era globalisasi informasi dan komunikasi seperti yang terjadi saat ini sangat menarik minat siswa untuk pergi ke luar negeri.

Ada hal menarik mengenai kuliah di luar negeri ini. Seperti dilansir dari kompas.com, hari Minggu (30/8/2020) pada acara Penutupan Simposium Internasional Online Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2020 secara virtual di Jakarta, ada ucapan permohonan Menteri Nadiem Makarim kepada para pelajar di luar negeri. "Mohon kembali ke Tanah Air, negara Indonesia membutuhkan Anda," ucap Mas Menteri Nadiem.[1]

Ya, miris memang ketika kita melihat putra-putri terbaik bangsa justru lebih senang berdiam dan bekerja di luar negeri disaat negaranya sendiri membutuhkan. 

Ini juga yang menjadi salah satu dilema bagi kita ketika ingin mengarahkan siswa ke luar negeri. Ada rasa takut. Takut justru kita menjerumuskan mereka. 

Apalagi pergaulan di luar negeri sana yang terlampau bebas bisa-bisa membuat siswa melupakan budaya asli yang dimilikinya.

Walaupun dengan segala ketakutan seharusnya tidak membuat kita patah arang. Dengan bimbingan, arahan dan pondasi yang kuat siswa seharusnya bisa membentengi diri dari kontaminasi buruk budaya luar negeri.

Oleh karena itu, minat siswa yang ingin belajar ke luar negeri harus kita salurkan. Yang menarik adalah pada kenyataannya, kebanyakan minat ini tidak diiringi dengan keseriusan. Ketika sampai pada keputusan akhir, banyak siswa yang tidak siap dan tak berdaya untuk merealisasikan minatnya.

 Banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Diantaranya masalah rumitnya prosedur yang harus dijalani, kurangnya informasi, kurangnya bimbingan dan pengarahan dan sudah pastinya faktor biaya. Beasiswa luar negeri yang diharapkan sebagian besar siswa sulit untuk didapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun