Mohon tunggu...
Mahestha Rastha A
Mahestha Rastha A Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Indonesia Tertinggal 128 Tahun? Akibat Pandemi, Pendidikan Semakin Merosot!

19 Februari 2021   14:53 Diperbarui: 20 Februari 2021   05:15 2517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: pixabay.com)

Sepertinya obrolan kita yang satu ini cukup serius. Membicarakan masa depan anak bangsa yang ditentukan dari seberapa besar kualitas pendidikan kita. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan untuk kita semua. 

Untuk guru, dosen, orang tua, masyarakat, terlebih untuk generasi yang saat ini merasakan pendidikan di tengah pandemi.

Sebelum ke arah sana, saya ingin share fakta mencengangkan untuk semuanya. Mungkin buat kamu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan atau update tentang pendidikan sudah mengetahuinya.

Ini adalah data PISA (Programme for International Student Asessment). PISA ini adalah tes pengujian dengan objeknya adalah anak sekolah berusia rata-rata 15 tahun dari berbagai negara. Peringkat terakhir rilis yaitu pada tahun 2018.

Pada tahun 2018 lalu, total ada lebih dari 70 negara yang megikuti tes PISA ini. Salah satunya adalah Indonesia. Kalau dihitung, total siswa-siswi yang mengikutinya adalah sekitar 600 ribu pelajar dari berbagai negara. 

Nah, tes yang dilakukan PISA ini berlangsung selama dua jam. Tes yang diujikan adalah kemampuan membaca, matematika, dan sains.

Ternyata, hasil PISA tahun 2018 lalu, Indonesia masuk ke dalam urutan 72 dari 77 negara dalam hal kemampuan membaca. Urutan ke 72 dari 78 negara dalam hal kemampuan matematika, dan urutan ke 70 dari 78 negara dalam hal kemampuan sainsnya. 

MIRIS! Mungkin kalian sudah tidak heran lagi betapa tertinggalnya negara kita. Ibarat teknologi, mungkin ketika negara lain sudah memakai kompor, kita masih memakai kayu bakar untuk menyalakan api.

Kalau kita lihat data PISA di atas, itu sangat nyata apa yang terjadi di masyarakat. Kita lihat bagaimana pelajar atau anak-anak kita sangat sulit untuk menyukai yang namanya membaca. Itu yang saya rasakan ketika mengajar di bimbel dan sekolah dari tahun 2013.

Sekalipun ada yang tertarik membaca, mungkin mereka bisa menghabiskan satu buku dalam kurun waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Sekalipun ada yang suka sekali membaca, pasti sangat sedikit yang berminat.

Kemudian matematika dan sains. Banyak sekali anak SMA yang tidak bisa bagaimana mengonversi satuan. Banyak sekali anak SMA yang untuk menghitung perkalian dan pembagian saja tidak bisa. Begitu pun mahasiswa, banyak sekali mahasiswa yang tidak bisa berbahasa inggris karena "kegagalannya" belajar ketika masa SD, SMP, dan SMA.

Itu fakta lapangan yang saya lihat selama ini. Mungkin kamu punya mata yang lebih luas, dan mungkin pandangmu lebih memprihatinkan daripada saya. Boleh ceritakan di kolom komentar ya. :)

Walau data ini tidak bisa membuktikan keseluruhan bagaimana kondisi pendidikan kita saat ini, tapi setidaknya, dari data PISA ini kita punya gambaran bahwa begitu tertinggalnya pendidikan kita dengan negara-negara di luar sana. 

Kita lihat fakta lapangannya saja. Maaf kalau sakit hati. Banyak guru PNS yang relatif hanya mengejar uang tanpa meningkatkan profesionalitasnya dalam mengajar. Banyak guru PNS yang relatif hanya mengejar administratif daripada kepentingannya mengajar. 

Banyak guru honorer yang mengajar di sekolah negeri, mengerjakan sesuatu melebihi apa yang harusnya ia kerjakan. Banyak guru honorer di luar sana yang di gaji tidak sesuai dengan gelarnya.

Ya, itu fakta lapangan yang saya alami. Maaf kalau saya harus mengatakan ini. Tapi memang itu fakta lapangan yang ada. Walau tidak semua guru seperti itu. Itulah kenapa saya menggunakan kata "relatif". Karena tidak semuanya seperti yang saya sebutkan di atas. 

Banyak juga kok guru PNS yang memang kualitasnya adalah sesuai dengan pangkat PNS-nya. Dan banyak pula guru honorer yang punya kualitas bagus, tapi belum menjadi PNS. :D

Sebegitu mirisnya pendidik dan pendidikan kita.

Bahkan, dilansir dari kompas.com, salah seorang pendiri aplikasi pendidikan online, yaitu Belva Devara mengatakan kalau pendidikan di negara kita ini sudah sangat tertinggal jauh. Setidaknya butuh waktu sekitar 128 tahun untuk menyeimbangkan pendidikan kita dengan negara maju. 

Saya sebagai pendidik pun shock ketika membaca angka 128 tahun disebuah artikel. Itulah kenapa saya ingin share ini juga ke semuanya. Agar kita sama-sama introspeksi bersama untuk memajukan pendidikan negara kita.

Apalagi ditambah pandemi yang seperti ini, membuat pendidikan kita semakin terperosot jauh ke bawah. Pandemi ini sangat berpotensi besar dalam memundurkan pendidikan negara kita. Apa yang kita semua rasakan saat ini, itulah kendalanya.

Saya tidak menyalahkan Tuhan atas pandemi ini. Tapi, saya ingin menyampaikan bahwa Indonesia belum bisa mengontrol pendidikannya dengan baik di tengah pandemi seperti ini. Indonesia belum bisa beradaptasi sepenuhnya. Sehingga, pendidikan kian merosot dari bulan ke bulan. Sekarang, lihat saja fakta lapangan yang ada.

Banyak anak SMA yang malah cari kerja daripada sekolah. Bukannya sekolah, tapi diam-diam bekerja tanpa sepengetahuan gurunya. Padahal anaknya ada di Zoom.

Banyak pula anak-anak yang ketika belajar via Zoom, kameranya malah dimatikan. Ketika dipanggil guru tidak pernah membalas, entah anak itu antara pergi atau malu menampakkan wajah di Zoom.

Mau husnudzon... ya gimana. Mau suudzon... ya gimana. Sebagai pendidik pun kita jadi serba salah.

Generasi kita semakin mengentengkan pendidikan di sekolah hanya karena "belajarnya di rumah". Dan jangan salah, banyak pula orang tua yang tidak serius dalam memandang "belajar di rumah" ini. Tahu dari mana?

Ada anak yang harusnya belajar dengan guru pada jam pelajaran sekolah, tiba-tiba dia izin sama gurunya karena disuruh ibunya ke warung. Ini tanda bahwa orang tua pun tidak mengindahkan bagaimana betapa pentingnya pendidikan untuk anaknya. Bukannya mengajarkan anak durhaka, tapi orang tua juga harus memposisikan waktu pada tempatnya.

Jika hal itu tidak terlalu penting, lebih baik tidak melibatkan anak ketika sang anak sedang fokus belajar di rumah.

Ya, saya sangat berharap. Tulisan sederhana ini bisa membuat kita introspeksi bersama. Untuk guru (terutama saya), tetap semangat mengajar online. Walau saya tahu ada dari bapak/ibu yang mengajar di swasta dan gajinya dikurangi karena berkurangnya bayaran efek pandemi. 

Saya pun tahu banyak dari bapak/ibu yang merasa pekerjaan bertambah banyak, tapi gaji kok tak menanjak. Semoga pandemi ini segera berakhir dan pendidikan di negara ini bisa ditingkatkan kembali.

Untuk orang tua, saya tahu ini berat. Saya tahu ayah/bunda banyak yang tidak punya pengalaman dalam mengajar. Saya yakin banyak dari Ayah/Bunda pun yang akhirnya pecah fokus antara kerja dan mengawasi anak belajar di rumah. 

Tetap semangat, bantulah guru sekolah mendidik ananda di rumah. Semoga apa yang ayah/bunda lakukan, ada keberkahan dan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.

Untuk penulis, mari kita bantu pendidik dan orang tua dalam mendidik generasi. Kita buat tulisan yang menggugah. Kita buat tulisan yang tidak hanya memotivasi dan menginspirasi, tapi membuat bahasa yang tidak membosankan ketika dibaca oleh generasi sekarang.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun