Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ujian Pertama Ramadan, Mbah Puteramu Kecelakaan

13 April 2021   16:48 Diperbarui: 13 April 2021   16:57 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadan adalah bulan untuk melatih kesabaran. Selama sebulan penuh kita 'dipaksa' untuk mengendalikan diri terhadap segala nafsu yang melingkupi diri yang merupakan naluri dasar dari seorang manusia.

Kita dilatih untuk menahan lapar dan haus dari subuh hingga magrib tiba. Mengendalikan keinginan untuk menggunjing orang lain dan mengumbar hasrat birahi selama waktu berpuasa.

Selain itu memperbanyak amalan-amalan sunnah selain shalat yang wajib seperti melakukan tadarus Al Quran selepas Shalat Tarawih adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Yang patut diingat pahala ibadah dalam puasa akan cacat nilainya jika kita tidak mampu mengendalikan emosi yang kerap timbul saat sedih, kesal ataupun marah.

Tetapi ternyata ujian Ramadan tidak selalu lurus-lurus saja. Baru saja tiba pagi tadi di tempat kerja, isteriku sudah mengirimkan pesan whatsapp untuk menelpon Simbok di kampung.

Awalnya aku menyangka mungkin mertuaku ini kangen karena sudah lama tidak bertemu denganku. Walaupun sebenarnya sering sekali aku menyempatkan meneleponnya untuk sekedar menanyakan kabar.

Aku langsung berusaha menghubunginya. Sinyal di kampung memang biasanya agak susah didapat. Tapi kali ini berbeda ternyata langsung terdengar nada panggil. Tapi 'tumben' panggilan teleponku tidak juga diangkat hingga beberapa menit.


Rupanya isteriku ada beberapa kali mengirimkan pesan whatsapp kepadaku yang belum sempat terbaca. Karena tadi aku langsung memutuskan untuk menelepon mertuaku jadinya tidak begitu paham jalan ceritanya.

Tengah malam sekitar pukul dua belas adalah saat orang sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam tidur. Apalagi kebiasaan di kampung isteriku memang selepas magrib tidak ada lagi penduduk yang keluar rumah. Semua sudah siap beristirahat setelah lelah seharian bekerja di ladang.

Tidak seperti malam-malam sebelumnya. Suasana sunyi dipecahkan oleh suara dering dari gawai 'jadul' milik Simbok. Dalam keadaan setengah sadar karena mengantuk Simbok menerima panggilan tersebut.

"Opo, Nduk?" Simbok yang menyangka salah satu anaknya yang menelepon langsung buka suara. Selama ini memang bisa dibilang hanya anak-anak atau cucunya yang menghubungi lewat gawai miliknya.

"Mbah, puteramu kecelakaan" suara seorang lelaki terdengar di ujung sana. Dia ternyata fasih berbahasa Jawa. Kebetulan Simbok memang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia.

Simbok langsung syok. Tanpa sadar ia menyebutkan namaku untuk memastikan apakah yang dimaksud adalah aku. Lelaki tersebut dengan meyakinkan mengiyakan. Dia kemudian meneruskan percakapannya.

"Anakmu tidak kenapa-napa mbah. Tapi yang ditabraknya mati" ujarnya dalam bahasa Jawa.

Mendengar cerita orang tersebut bahwa menantuya menabrak orang hingga meninggal membuat Simbok lemas. Untung saja beliau tidak sampai pingsan mendengarnya.

"Puteramu sekarang ada di kantor polisi. Simbah sama siapa di rumah?" Tanya orang itu coba menyelidiki.

Dengan lugu Simbok menjawab dalam deraian tangis bahwa ia tinggal hanya berdua dengan kakak isteriku di rumah. Saat itu tubuh Simbok sudah gemetar tak karuan.

Tak lama telepon terputus entah hilang sinyal atau memang lelaki itu yang menutupnya. Pagi itu suasana menjadi geger. Simbok langsung berlari ke rumah tetangga depan rumah untuk bercerita.

Kang Karjo yang mendengar cerita tersebut menenangkan. Ia mengatakan bahwa berita tersebut belum tentu benar. Kebetulan kakak isteriku yang nomer 2 datang dan kemudian menghubungi isteriku untuk mengkontirmasi kebenaran berita tersebut.

Isteriku sampai terkejut mendengarnya. Ia memastikan bahwa berita itu bohong. Dan lelaki itu adalah seorang penipu.

Simbok sepertinya jadi agak takut untuk menerima panggilan lewat gawai. Maklum saja karena Simbok memang buta huruf tidak dapat membaca tulisan dilayar gawai jadi tidak tahu siapa yang meneleponnya.

Simbok sampai sakit kepala. Sepertinya penyakit darah tinggi Simbok kumat. Sehingga harus diantar berobat ke rumah sakit.

Untungnya orang tersebut belum sampai bertindak lebih jauh karena sambungan terlanjur putus. Jadi tidak ada kerugian materi yang hilang.

Ada-ada saja ulah manusia di bulan Ramadan. Kasihan Simbok sampai stres. Mbok kalau cari target jangan orang tua seperti beliau. Apa tidak berfikir bagaimana jika orang tuanya yang diperlakukan seperti itu.

Kalau sampai Simbok kenapa-napa awas saja itu orang. Rupanya ia ingin merasakan jurus kunyuk melempar buah dan pukulan matahari dariku.

Ups. Puasa. Sabar, Sabar.

Tangerang, April 2021
Mahendra Paripurna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun