Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Imlek, Kue Keranjang dan Karma Manis

11 Februari 2021   23:11 Diperbarui: 11 Februari 2021   23:19 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi:Happyfresh.id

Tanggal 12 Februari besok adalah peristiwa penting bagi warga keturunan Tionghoa. Tepat pada hari Kamis, mereka akan merayakan tahun baru Imlek.

Saya sih sebenarnya tidak termasuk seseorang yang merayakan Imlek. Karena walaupun mata cenderung sipit dan sering kali di panggil "engkoh" ataupun "koko" kala kebetulan kesasar di seputaran Glodok, saya bukanlah dari keturunan Tionghoa. Saya terlahir dari kedua orang tua yang berdarah campuran Jawa dan Sunda.

Tapi saya ikut merasakan kemeriahan yang biasanya terjadi setiap tahunnya ini. Biasanya di mal-mal dan pusat perbelanjaan sudah terpajang pernak-pernik Imlek berwarna merah. Jika beruntung saya juga dapat menyaksikan atraksi menarik seperti barongsai.

Hal yang paling saya ingat saat Imlek, selain barongsai adalah kue keranjang atau banyak juga yang menyebutnya sebagai dodol cina. Disebut dodol karena penampilan fisik dan rasanya memang mirip dengan penganan khas dari betawi ataupun dodol yang ada di pulau Jawa.

Terkait kue keranjang saat Imlek, saya memiliki pengalaman yang mungkin bisa dibilang sebagai Karma Manis atau Kompasiana sih menyebutnya Sweet Karma. Katanya kurang lebih diartikan sebagai keadaan diri kita yang termakan oleh omongan sendiri.

Jujur, awal pertama kali mengenal kue keranjang, saya kurang begitu suka. Waktu itu kebetulan ada teman kuliah, Rudi, yang membawakannya. Mungkin karena kue yang diberikan sudah agak lama jadi sedikit keras.

Kesan pertama kue yang diberikan tersebut agak aneh. Rudi menyebutnya dodol cina. Tapi saya merasa sangat berbeda dengan dodol lain yang sebelumnya pernah saya cicipi. Sempat terpikir dodol yang diberikan Rudi sudah kadaluarsa.

Setelah itu beberapa kali selalu saja ada teman yang memberikan kue tersebut setiap Imlek. Tapi ingatan akan dodol keras membuat saya tidak tertarik lagi mencobanya. Demi menghormati teman yang memberi, saya tetap menerimanya. Dodol tersebut lalu saya berikan lagi kepada orang lain.

Beberapa orang sempat bertanya apa alasan saya tidak menyukainya. Karena menurut mereka dodol cina termasuk makanan yang enak untuk dinikmati. Saya sih hanya tersenyum, takut mereka tersinggung jika saya berterus terang bahwa dodol tersebut keras seperti batu. Saya juga merasa kapok dan berjanji tidak akan mau mencobanya lagi.

Saat saya sudah bekerja ternyata banyak juga teman yang merayakan Imlek. Salah satunya adalah Meity, wanita cantik yang sangat baik hati. Setiap Imlek ia sering memberiku kue keranjang dan juga voucher makan di sebuah rumah makan waralaba milik asing.

Sebenarnya bukan karena kecantikan Meity yang membuatku melanggar janji. Ya, mungkin ada sedikitlah faktor itu. Hehehe. Tapi memang ada rasa penasaran juga mengapa banyak orang yang suka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun