Oleh: Mahar Prastowo
Saya mencium bau kurban di Jakarta. Tapi bukan aroma daging panggang. Bukan juga wangi sate kambing yang biasa membuat orang lupa kolesterol.
Yang ini baunya: menyengat. Di trotoar. Di taman. Di jalan lingkungan yang sempit. Lalu lintas manusia dan kendaraan bersaing dengan sapi dan kambing yang mengunyah plastik.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, juga mencium bau yang sama. Tapi dia tak cuma mencium. Ia langsung memberi perintah.
"Kemarin saya sudah minta Wali Kota Jakarta Pusat untuk menertibkan. Jangan sampai hewan kurban berada di taman, jalan, apalagi trotoar," katanya kemarin. Lokasinya: Stadion Tugu Utara, Jakarta Utara.
Bahkan Lurah kelurahan Kebon Pala, Faisal Rizal yang di Kecamatan Makasar Jakarta Timur, pun merespon cepat perintah gubernur dari stadion Tugu Utara, Jakarta Utara itu. "Bang Johan (Kasatgas Pol PP,red), FKDM, Â tiga pilar agar di TL!" perintah Lurah melalui grup whatsapp tiga pilar kelurahan Kebon Pala. Sontak semua merespon: Siap!
Saya senang mendengar itu. Akhirnya ada gubernur yang peduli bukan hanya pada jumlah kurban, tapi juga pada letak dan dampaknya.
Karena Jakarta ini kadang seperti pasar musiman menjelang Idul Adha. Hewan kurban seperti dibiarkan tidur siang di jalanan. Makan di taman kota. Minum dari got. Dan buang hajat di mana saja.
Yang lebih parah: limbah penyembelihan. Sungai-sungai kecil di Jakarta---yang sudah cukup menderita dengan limbah rumah tangga dan industri---diberi bonus darah dan isi perut hewan.
"Saya minta tidak ada lagi yang buang limbah ke sungai. Jangan sampai pemotongan hewan kurban justru bikin masyarakat terganggu," kata Pramono.
Saya ingin bertanya: sejak kapan sapi belajar berenang? Karena tiap tahun, orang melihat kepala sapi mengambang di Kali Item. Lidahnya menjulur, matanya kosong.
Tapi tahun ini, Pramono berjanji beda. Ia belum menyebut angka pastinya, tapi ia yakin jumlah hewan kurban yang disalurkan Pemprov akan lebih banyak. Selain dari APBD, juga ada bantuan dari pihak lain.
"Sore ini akan kami putuskan jumlahnya. Tapi pasti lebih banyak dari tahun lalu," ujarnya optimistis.
Saya berharap bukan hanya lebih banyak, tapi lebih baik.
Saya tidak ingin melihat anak-anak main sepeda melewati tenda kambing di trotoar. Tidak ingin lagi melihat taman kota jadi kandang. Tidak ingin lagi mendengar cerita sapi lepas dan bikin satu RW panik.
Idul Adha adalah hari besar. Hari berbagi. Hari suci. Tapi jangan sampai semangat berbagi justru membuat kota ini seperti kandang raksasa.
Sapi memang harus dikurban. Tapi trotoar tidak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI