Sandiwara Seorang Ayah
Di kampung kecil nan ramai curiga,
hidup seorang ayah penuh sandiwara.
Bukan pesulap, bukan aktor sinetron,
tapi lihai memainkan peran profesional.
Setiap pagi ia berangkat dengan sigap,
pakaian rapi, tas menggantung di bahu.
Langkahnya cepat, wajahnya serius,
walau hati berkata, "Mau ke mana aku?"
Di warung kopi ia singgah sebentar,
menatap koran, menyeruput seduhan,
kemudian melanjutkan perjalanan,
meski tanpa tujuan yang pasti di depan.
Tetangga pun mulai berbisik,
"Rajin sekali, rezekinya pasti banyak!"
Ada pula yang menduga diam-diam,
"Jangan-jangan dia piara tuyul!"
Ah, fitnah lebih kejam dari rentenir,
maka ia pun mengubah taktik.
Daripada capek keliling tak menentu,
lebih baik mengurung diri di rumah saja.
Namun, takdir punya selera humor,
sebab penyamaran rapat tak selalu aman.
Ketika seorang tamu mengetuk pintu,
anaknya yang polos berseru,
"Ayah sedang tidur,
kalau ada yang cari,
suruh jawab saja,
sedang pergi urusan bisnis!"
Tertangkap basah dalam kebohongan,
si ayah hanya bisa tersenyum kecut.
Purapura sibuk memang melelahkan,
lebih baik kerja beneran meskipun sekarat gaji!
Tennis Indoor Senayan, 1 Mei 2007
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI