(Tanggapan Akseptasi atas Puisi Awan Gelap Menutupi Ibu Pertiwi DR Nugroho SBM, MSi)
Awan kelam menggantung di langit pertiwi,
tapi benarkah kita hanya bisa menengadah?
Tanah ini telah merasakan luka,
dilumuri keringat dan darah mereka yang tak disebut sejarah.
Bukan sekali dua kali kita tenggelam dalam redup,
tapi selalu ada tangan yang mengais terang.
Lilin kecil dinyalakan dari kepalan yang tak sudi menyerah,
bukan dari mereka yang sibuk mengutuk kegelapan.
Gemahripah bukan hadiah, tapi kerja keras,
tak lahir dari keluhan, tapi dari langkah yang gigih.
Jika ada yang berkata tak ada lagi kerja,
maka ia belum tahu pedihnya bertahan di negeri sendiri,
di mana hujan batu lebih jujur dari emas yang asing.
Maka jangan menunggu fajar datang sendiri,
bangunlah, nyalakan cahaya dari pijar yang tersisa,
sebab negeri ini bukan hanya tentang awan gelap,
tetapi tentang mereka yang memilih untuk tetap berjuang.
Jakarta, 17 Februari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI