Aku laksana matahari yang mengelupas kulit cahaya, membakar parasit di kelopak bunga matahari---setia mengular dalam letih, sementara gusar hatimu menggerus tapal kuda putih hingga percik peraknya pudar. Satu--dua bulan kau asing akan aku, tak menoleh sekali pun, menjadi kepala harapan---membius dirimu yang manusia, yang kian cinta padaku hanya sekejap: masih aku menyisi agenda musim kemarau yang memutihkan urat-urat bunga hati. Telah kupelajari hati ini, penuh hati-hati di sepanjang jalan sayang menuju hati yang bersinar bintang kuning pucat; kusisih hati yang tak hati-hati demi hatiku sempurna di hadap matamu, piring matahari sore yang bertegar di udara api. Aku harus jujur: butuh waktu bertahun. Buah hati masak, retak aromanya, menunggu lembar almanak gugur pada saat yang tepat.Â
Kepada sayang: sampai utuh kukupas kulit hati---dan sejak itu, haus gigi seri boleh melahapnya, meneteskan sari hangat bercampur getir, yang pernah kita sebut cinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI