Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Art Modeling

Metus Hypocrisis et Proditio. Scribere ad velum Falsitatis scindendum.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Telaga, Ikan Hitam, dan Kebebasan yang Hanya Ilusi

3 Agustus 2025   08:05 Diperbarui: 3 Agustus 2025   14:23 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puluhan tahun, Agustus melahirkan saya. Meski kali ini, saya menyadari bahwa saya tidak sedang menyembuhkan rasa jenuh saat tiba di telaga, sebagaimana kebanyakan para wisatawan yang rajin membuang emosi brutalnya di dasar lumpur. Justru saya disuguhi sekelompok ikan hitam kecil menyigi ke tepian telaga. Berenang, menyuap laron, ke sana ke mari---kadang mencuri pandang ke saya. 

Kemana pun saya pergi, tampaknya perangkat "memikirkan" ini bakal menerus mengganggu saya. 

Ketergangguan dimulai dengan nasib ikan hitam kecil di permukaan air telaga itu. Nasib bebasnya hanya seukuran panjang kali lebar luas bangun persegi yang tak seberapa. Sampai kapan ia bertahan di sini? Ada ingin meminum laut yang lebih biru dan luaskah? Mengapa tangan manusia leluasa menempatkannya? Hanya karena fungsi sebagai hiasan atau healing pengunjungkah?

"Menyedihkan!!!" Umpatan pertama saya. 

Saya tidak lebih baik dari ikan itu. Bedanya saya dengannya, hanya terpaut kerangka prototipe dan wadah yang menaungi saya. Kenapa saya ditempatkan di bumi dan berwujud manusia? Bagaimana bisa, bakal entitas hidup tidak diberi kesempatan bertanya paling awal, "ingin merupa apa?, apa yang kamu senangi" Semua terjadi begitu saja, tanpa hal-hal yang perlu dipahami lebih dulu---dan menyusul kemudian dalam kehidupan sekarang---sebagai ilmu pengetahuan yang dilahirkan oleh manuia-manusia terdahulu.

Kita semua, pada akhirnya, hanya berenang di kolam kecil yang diakui sebagai samudra oleh akal sehat yang lelah. Segala yang ada berujung pada kebebasan yang semu. kebebasan yang diatur. dan selalu terlihat di akhir kesedihan.

Apakah Anda juga merasakan dan memikirkan hal serupa? 

**

Tentang penulis:
M Sanantara, lahir di Bogor, 650 SM. Sarjana botani, penikmat dosa, lukisan impresionisme, dan berpuisi di mana saja---asal bukan di alam kubur.

Foto Dokpri M Sanantara.
Foto Dokpri M Sanantara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun