M Sanantara
Muach Paling Binatang
tak ada yang paham gempa hatiku (12,01 skala richter) Â
retaknya menggerus kenangan ke unit terkecil: 0,0000001 detik sebelum aku lenyap dari ingatanmuÂ
reruntuhan hari hanyut ke tepi malam, Â
banjir paruku (299.792.458 m/s---nyaris kecepatan cahaya, tetap tak cukup mengejarmu) Â
sementara takikardiaku (1.001 detak/s) mengetuk ragu di dinding rindu yang sudah lapuk Â
kau, tetap tak di sini--- Â
aku menggulung waktu seperti tubuh dalam malam tanpa gravitasi Â
satu, dua, tiga abad menjelma embun pahit Â
tersesat dalam layar sunyi tanpa opsi undoÂ
napasmu samar di chord G minor 7, menyusup seperti hujan asam di kota yang lupa mencintai Â
kulihat jam---pukul 25:61 malam...Â
menu hari ini: sup kenangan dengan taburan ilusiÂ
dihidangkan di atas piring kaca yang retaknya menyerupai puisi buruk tentang kita Â
rinduku diasapi tengkorak belalang sembah, Â
disiram kuah nanah kudanil yang meledak di lidah, Â
dibungkus kain kafan senja yang merintih, Â
disajikan dengan garnish dari puing-puing perasaan yang kau tinggalkan di ambang pintuÂ
dan sebelum suapan terakhir, Â
pipi kananku masih mendamba sentuhan itu--- Â
muach, muach paling binatangÂ
kecupan yang seharusnya membunuhku, Â
tapi malah berdenyut samar, Â
membusuk di sudut sunyi jiwakuÂ
(2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI