Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikan ‘pemacu Gairah’ di danau Sidenreng

2 Februari 2011   10:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:57 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdapat dua danau air tawar di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni Danau Tempe dan Danau Sidenreng. Kedua Danau yang posisinya berhimpitan di tengah wilayah Provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki karakteristik yang sama, bersifat seperti rawa, meluap di musim penghujan dan mengering di musim kemarau.

Maklum, hingga saat ini permukaan kedua danau tersebut terus mengalami ancaman sedimentasi atau pendangkalan, terutama dari lumpur-lumpur yang setiap saat dibawa oleh puluhan sungai besar dan kecil yang bermuara ke perut danau tersebut.

Jenis ikan

Danau Tempe yang kedalaman normalnya pernah mencapai 15 m, kondisinya kini sisa sekitar 8 meter. Bahkan pada musim kemarau, kedalaman tertinggi kurang dari 5 m.

Luas genangan normal Danau Tempe sekitar 20.000 ha. Akan tetapi akibat adanya sedimentasi, di musim kemarau luas genangan menyusut hingga di bawah 1.000 ha. Sedangkan di musim penghujan airnya meluap, menyatu dengan permukaan air Danau Sidenreng dengan luasan melebihi 35.000 ha.

12966406941908915062
12966406941908915062
KASMIR

Bahkan dalam musim curah hujan cukup tinggi, luapan air Danau Tempe melebar hingga melebihi luasan 40.000 ha, menggenangi tak hanya lahan pertanian tapi juga fasiltas umum berupa jalanan dan wilayah pemukiman penduduk yang sudah terbilang berjauhan dari pesisir Danau Tempe maupun Danau Sidenreng.

Dalam beberapa tahun belakangan, sejumlah pemukiman warga di tengah Kota Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo pun telah ikut digenangi luapan air Danau Tempe di musim penghujan. Demikian pula dengan pemukiman warga di Kota Tanrutedong, ibukota Kecamatan Duapitue, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) harus pasrah menerima luapan air danau pada musim penghujan. Luapan air Danau Tempe juga telah menjadi langganan tetap di musim penghujan menggenangi Pasar Sentral Cabbenge serta pemukiman warga di Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng.

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah Provinsi Sulsel maupun pemerintah tiga kabupaten yang bersentuhan dengan Danau Tempe dan Danau Sidenreng untuk mengatasi bahaya pendangkalan yang terus mengancam kedua danau tersebut. Upaya terakhir yang dilakukan, mulai tahun ini dibangun Bendung Gerak di wilayah Kabupaten Wajo.

Bendung ini dimaksudkan berfungsi sebagai pengendali air berasal dari semua sungai yang bermuara ke Danau Tempe khususnya yang ada di Kabupaten Wajo. Melalui bendung tersebut diharapkan kenormalan air danau dapat terjaga, tidak meluap di musim hujan atau mengering di musim kemarau. Bendung ini akan menjadi alur semua air sungai yang tumpah ke Danau Tempe dan Danau Sidenreng diarahkan ke Sungai Cenranae, sebagai satu-satunya saluran pembuangan air danau yang bermuara ke Teluk Bone.

Selain itu, keberadaan Bendung Gerak yang merupakan bagian dari penjabaran Gerakan Penyelamatan Danau Tempe yang dicanangkan Pemprov Sulsel beberapa waktu lalu, akan menormalkan danau sebagai sumber andalan penghasil ikan air tawar di Sulsel. Ribuan kepala keluarga di Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Soppeng, sejak puluhan tahun hingga saat ini masih menggantungkan hidup dari hasil tangkapan ikan air tawar di kedua danau tersebut.

Termasuk untuk menjaga keasrian serta kelestarian lingkungan Danau Tempe dan Danau Sidenreng. Selain keindahan danau dengan kehidupan masyarakat nelayan yang khas sebagai obyek wisata memesona, kedua danau air tawar ini dapat dikembangkan menjadi wilayah penelitian dan pengembangan jenis burung dan ikan air tawar.

Di kawasan Danau Tempe maupun Danau Sidenreng terdapat kehidupan berjenis unggas atau burung-burung air tawar yang setiap tahun terlihat berkembang-biak di antara tanaman-tanaman air di pesisir dan permukaan danau. Setiap tahun masyarakat dapat menyaksikan adanya pergerakan kawanan burung datang dan meninggalkan wilayah danau entah terbang ke arah mana.

Sejak lama masyarakat nelayan di sekitar danau mengenal berbagai jenis ikan tawar yang hidup dan berkembang biak secara alami. Hanya saja, seiring dengan adanya pendangkalan di perut danau banyak species yang kini sudah langka ditemukan. Misalnya ikan ‘piawang’ dan ‘oseng’ yang sering dibuat ‘lawa’ – yaitu ikan yang dimakan mentah setelah dagingnya dimatangkan dengan perasan air jeruk nipis.

Lelaki Nelayan di pesisir Danau Tempe dan Danau Sidenreng sejak dulu menyukai ‘Lawa’ sebagai lauk ampuh pemacu gairah kelelakian. Sayangnya sejumlah jenis ikan untuk bahan baku ‘lawa’ tersebut sudah langka. Seperti langkanya sejenis iguana –biawak bersirip dengan warna-warni indah yang dahulu diakui nelayan danau merupakan binatang yang banyak hidup berkembang biak di pesisir danau.

Tercemarnya air sungai dengan bahan-bahan kimia yang mengalir masuk ke perut danau, diperkirakan banyak pihak sebagai pemusnah berbagai jenis species kehidupan fauna maupun flora air tawar di Danau Tempe dan Danau Sidenreng. Termasuk menjadi bagian dari penyebab berkurangnya populasi ikan danau dari tahun ke tahun.

Upaya restocking atau penebaran bibit ikan yang menjadi kegiatan rutin pemerintah provinsi maupun kabupaten setiap tahun, tentu akan menjadi sia-sia belaka tanpa diiringi upaya penetralisiran limbah bahan buangan berbahaya yang bebas masuk ke perut danau seperti yang terjadi sampai saat ini.

Menurut informasi rekan FB, Basri Andang dari Kabupaten Sidrap, saat ini Kasmir, salah seorang nelayan pesisir Danau Sidenreng di Dusun Lasilottong Desa Mojong Kecamatan Watang SIdenreng, Kabupaten Sidrap, sedang mengembangkan sejenis ikan danau yang bernilai ekonomis tinggi. Telah dijajaki, jenis ikan ini sangat diminati di pasal lokal maupun untuk ekspor.

Dalam bahasa Bugis Sidrap, ikan tersebut disebut dengan nama Bale Lappuso. Atau secara umum dikenal dengan nama ikan Betutu alias ikan Gabus Pemalas (Oxyeleotris marmorata). Ikan yang pernah menjadi kekayaan alam Danau Sidenreng tersebut kini berupaya dikembangbiakkan kembali melalui budidaya sistem keramba di pesisir danau.

Seperti jenis ikan Oseng dan Piawang, ikan Gabus Pemalas ini diakui oleh nelayan pesisir Danau Sidenreng sebagai lauk yang cukup ampuh untuk pembangkit gairah kelelakian seseorang. Bahkan, dagingnya yang putih serta empuk tak bertulang, disenangi para nelayan pesisir danau sejak dulu lantaran diyakini berkhasiat membuat awet muda, dan berefek menghaluskan kulit.

Pengalaman yang kemudian diyakini nelayan setelah lama menyantap ikan Gabus Pemalas tersebut, tak diragukan kebenarannya. Sebab ikan itu ternyata, berdasar kajian ilmiah banyak mengandung vitamin B1, B2, B6 vitamin F, dan vitamin E yang dapat menghambat proses penuaan. Kandungan protein yang mencapai 16 persen serta besarnya kandungan enzim serta hormon pada ikan Gabus Pemalas, ada kaitan disebut sebagai ikan ‘Pemacu Gairah’ oleh kalangan nelayan pesisir Danau tempe dan Danau Sidenreng.

Kasmir bersama rekannya di Dusun Lasilottong Mojong saat ini sudah memiliki sekitar 500 ekor ikan Gabus Pemalas yang dipelihara melalui sistem keramba. Bulan Pebruari 2011 ini direncanakan akan ditambah menjadi 1500 ekor, melalui bibit ikan yang dicari di Danau Sidenreng. Suatu upaya pelestarian ikan khas species danau yang patut dijempoli, dan bahkan perlu mendapat perhatian bantuan pengembangan dari pemerintah.

Apalagi jenis ikan Gabus Pemalas tersebut, memang, kini memiliki nilai jual tinggi, termasuk di pasaran internasional seperti di Malaysia dan China.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun