Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Coto Duri Kuliner Khas Massenrempulu, Nikmat!

31 Januari 2016   10:07 Diperbarui: 31 Januari 2016   19:37 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lantas seperti apa menu kuliner yang bernama Coto Duri tersebut? Harmin berulangkali menegaskan, yang namanya coto khas Sulawesi Selatan bahan utamanya terbuat dari rebusan daging sapi atau kerbau. "Bukan coto namanya jika tidak dibuat dari daging yang direbus,’’ tandasnya.

Coto Duri diakui bahan dan cara pembuatannya punya kemiripan dengan coto makassar. Pembedanya, bumbu Coto Duri tidak memakai campuran santan kelapa, menggunakan daging sapi lokal, dan memakai campuran bumbu dari ulekan kacang tanah dalam porsi banyak. Duri adalah nama sebuah kawasan di Kabupaten Enrekang yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja.

Kabupaten Enrekang, 250 km di arah utara Kota Makassar, merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang memiliki banyak kuliner tradisional berbahan utama daging sapi atau kerbau. Nasu Cemba, salah satu kuliner Enrekang terbuat dari rebusan daging dan tulang sapi atau kerbau yang dimasak dibalut sejenis daun asam berduri, kini tak hanya tersedia di warung-warung kaki lima tapi juga sudah mulai masuk daftar menu sejumlah resto di Sulawesi Selatan.

Warung Makan Om Achink yang saat ini dikelola Harmin asal daerah Massenrempulu (Maspul) Enrekang, selain menawarkan menu jualan Coto Duri juga Nasu Cemba. Harga jual satu porsi Nasu Cemba lebih tinggi dari harga Coto Duri.

Sebelum harga daging sapi lokal naik hingga melebihi Rp 100 ribu per kilo, Nasu Cemba dijual Rp 15.000, sekarang naik menjadi Rp 17.000 semangkuk. Sedangkan Coto Duri dari Rp 10.000 naik menjadi Rp 12.000 semangkuk.

[caption caption="Harmin, pengelola rumah makan sederhana Coto Duri di Jl Landak Baru, Makassar/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

[caption caption="Beginilah bentuk dapur sederhana satu-satunya penjual Coto Duri di Jl Landak Baru kota Makassar/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Namun begitu, Harmin mengaku, pelanggan tidak berkurang. Justru belakangan banyak pelanggan baru dari kalangan ibu-ibu setiap siang datang memesan Coto Duri dibawa pulang untuk dijadikan lauk makan siang bersama keluarga. "Ibu-ibu itu mengaku, rasa nikmat Coto Duri sebagai lauk tidak berkurang meskipun disantap tidak lagi dalam kondisi hangat,’’ katanya.

Dari pengamatan selera para penikmat Coto Duri, Harmin melihat umumnya menikmati dengan santapan nasi putih. Sebelumnya, dia juga menyediakan ketupat tapi tidak diminati. Jadilah seperti sekarang, sajian Coto Duri tanpa ketupat. Sudah beberapa orang pengusaha datang membujuk Herman untuk kerja sama khususnya membuka warung khusus Coto Duri dan Nasu Cemba yang lebih besar. Tapi dia menampik karena tawarannya hanya untuk diperlakukan sebagai pekerja dengan gaji bulanan. "Hitungannya lebih enak jika mengelola sendiri seperti ini,’’ katanya.

Jika awal-awal bulan, Harmin mengakui, sehari dapat menjual habis hingga 7 kg daging sapi untuk bahan baku Coto Duri dan Nasu Cemba. Warung yang dikelola Harmin bersisian dengan pintu masuk SMK 6 di Jalan Landak baru tersebut merupakan satu-satunya penyaji menu tradisional Coto Duri di kota Makassar.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun