Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cara Ibu Single Parent Mengatur 12 Juta di Jakarta untuk Hidup, Obat, Biaya 2 Anak di Kampung

2 September 2025   07:00 Diperbarui: 7 September 2025   15:11 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Human Options)

Sebetulnya, cerita berikut ini berangkat dari pengalaman sahabat dekatku sendiri. Ia seorang ibu single parent dengan gaji bulanan Rp12 juta di Jakarta. Dari jumlah itu, setiap bulan Rp3 juta harus ia sisihkan khusus untuk biaya kesehatan karena kondisi tubuhnya yang memiliki penyakit khusus.

Ia juga masih harus membayar kos, sebab belum punya rumah sendiri. Sementara dua anaknya masih bersekolah di kampung dan dititipkan pengasuhannya kepada orang tua.

Sekilas, gaji Rp12 juta terdengar cukup besar. Tapi setelah dihitung-hitung, ternyata angka itu terasa sempit sekali. Apalagi statusnya single parent, tidak ada pasangan untuk berbagi beban finansial. Jadi setiap rupiah benar-benar harus dijaga dan diarahkan dengan hati-hati.

Melihat perjuangan sahabatku ini, aku justru ingin berbagi kepada kamu yang mungkin sedang berada di situasi mirip. Jangan putus asa. Kondisi sesulit apa pun, masih ada cara untuk mengelola uang agar hidup tetap stabil. 

Nah, di artikel ini, aku ingin mengajak kamu ngobrol bagaimana strategi terbaik mengatur Rp12 juta per bulan?

1. Memetakan Kondisi Finansial Saat Ini

Langkah pertama dalam manajemen finansial adalah memetakan arus kas. Dalam ilmu ekonomi, ini disebut cash flow analysis. Tanpa tahu aliran uang masuk dan keluar, kita gampang terjebak dalam “rasa cukup palsu” padahal kebocoran ada di mana-mana.

Mari kita buat gambaran kasar:

  • Pendapatan: Rp12.000.000/bulan
  • Biaya kesehatan tetap: Rp3.000.000/bulan
  • Kos sederhana di Jakarta: Rp2.500.000/bulan (sudah termasuk listrik/air)
  • Kirim uang untuk anak dan orang tua (makan, sekolah, kebutuhan dasar): Rp3.500.000/bulan
  • Transportasi (kerja + mobilitas harian): Rp1.000.000/bulan
  • Makan dan kebutuhan pribadi di Jakarta: Rp1.200.000/bulan
  • Dana darurat/tabungan: Rp500.000/bulan

Total pengeluaran: Rp11.700.000

Artinya, sisa bulanan sangat tipis, sekitar Rp300.000 per bulan. Dari sini jelas, kuncinya bukan hanya soal “gaji besar atau kecil,” tapi bagaimana mengalokasikan setiap rupiah sesuai prioritas.

2. Prinsip Dasar Manajemen Finansial untuk Kondisi Ini

Dalam literatur ekonomi rumah tangga, ada prinsip yang bisa dipakai, yaitu aturan 40-30-20-10. Tapi karena kondisinya spesial (biaya kesehatan tinggi + dua anak di kampung), kita harus modifikasi sedikit.

Formula khususnya:

  • Kesehatan: 30% (karena sakit adalah prioritas utama)
  • Tempat tinggal: 20%
  • Kebutuhan anak dan keluarga: 25%
  • Transport dan makan pribadi: 15%
  • Tabungan dan dana darurat: 10%

Dengan formula ini, kita punya kerangka berpikir bahwa kesehatan nomor satu, anak tidak boleh kurang, tapi tabungan tetap ada meski kecil.

3. Strategi Fokus ke Kesehatan

Sakit tidak bisa ditawar. Dalam ilmu ekonomi, ini masuk kategori biaya inelastis, artinya tidak bisa ditekan terlalu jauh tanpa mengorbankan kualitas hidup. Jadi Rp3,5 juta untuk kesehatan harus diamankan paling pertama, bahkan sebelum memikirkan kos atau makan.

Tips praktis:

  • Gunakan BPJS untuk rawat jalan atau rawat inap standar.
  • Simpan obat generik jika memungkinkan, jangan selalu bergantung pada obat bermerek.
  • Buat catatan pengeluaran medis detail, sehingga tahu pola bulanan.
  • Jangan malu mencari subsidi kesehatan (beberapa perusahaan/komunitas punya program ini).

Ingat, kesehatan ibu adalah investasi utama untuk masa depan anak. Tanpa tubuh yang sehat, semua strategi finansial tidak ada gunanya.

4. Kos di Jakarta Cari Aman, Bukan Gengsi.

Kos Rp2,5 juta mungkin sudah standar di Jakarta. Tapi ingat, kos adalah biaya konsumtif tanpa nilai tambah jangka panjang. Jangan terjebak kos “keren” demi kenyamanan berlebih.

  • Cari kos yang dekat dengan tempat kerja agar bisa menghemat transportasi.
  • Pertimbangkan kos sederhana dengan fasilitas cukup, bukan mewah.
  • Bandingkan harga kos dengan kontrakan kecil bersama teman (sharing bisa memangkas biaya).

Dalam ilmu manajemen keuangan, ini disebut opportunity cost. Simpelnya, setiap tambahan Rp500 ribu untuk kos mewah berarti Rp500 ribu yang hilang dari tabungan anak.

5. Kiriman untuk Anak Wajib, tapi Harus Efisien.

Rp3 juta untuk dua anak di kampung mungkin cukup karena sekolah negeri dan biaya hidup di daerah relatif murah. Tapi pastikan uang itu benar-benar efisien.

  • Gunakan rekening khusus untuk anak, bukan dicampur dengan uang orang tua.
  • Buat laporan sederhana dengan orang tua tentang pemakaian uang (bukan untuk mengontrol, tapi memastikan transparansi).
  • Sisihkan sebagian kecil (misalnya Rp200 ribu) sebagai tabungan pendidikan agar anak punya cadangan saat masuk jenjang lebih tinggi.

Dalam teori ekonomi keluarga, ini masuk kategori human capital investment. Uang yang dikeluarkan sekarang akan kembali dalam bentuk masa depan anak yang lebih baik.

6. Transportasi dan Makan di Jakarta

Transportasi Rp1 juta per bulan sudah lumayan hemat di Jakarta. Tips supaya makin efisien:

  • Gunakan transportasi umum (MRT, TransJakarta, KRL).
  • Bisa juga ojek bulanan/harian untuk ongkos agar lebih murah.
  • Jalan kaki untuk jarak dekat, selain hemat juga sehat.

Makan Rp1,2 juta per bulan artinya sekitar Rp40 ribu per hari. Ini masih realistis kalau kamu masak sederhana di kos atau beli di warteg.

Kuncinya jangan gengsi. Ingat, setiap bungkus kopi fancy Rp30 ribu  itu sama dengan dua kali makan anak di kampung.

7. Dana Darurat Biar Kecil, tapi Konsisten.

Dengan sisa Rp500 ribu per bulan untuk tabungan darurat mungkin memang kecil. Akan tetapi, konsistensi lebih penting daripada jumlahnya.

Jika ditabung Rp500 ribu per bulan, dalam setahun ada Rp6 juta. Itu sudah cukup jadi bantalan saat sakit mendadak atau anak butuh biaya sekolah tambahan.

Tips:

  • Simpan di rekening berbeda agar tidak terpakai.
  • Bisa pilih deposito jangka pendek agar lebih aman.
  • Jangan biarkan “uang nganggur” jadi bocor karena impulsif buying.

8. Menahan Godaan Gaya Hidup

Ini bagian tersulit, apalagi tinggal di Jakarta dengan banyak “rayuan”. Tapi ada trik psikologi finansial yang bisa dipakai, yaitu melatih delay gratification. Bagaimana caranya?

  • Kalau mau beli barang, tunggu 7 hari di keranjang e-commerce. Kalau setelah seminggu masih butuh, baru beli.
  • Hindari lingkaran konsumtif. Batasi nongkrong di kafe mahal atau mall hanya untuk cuci mata.
  • Pakai catatan harian. Tuliskan semua pengeluaran. Dengan begitu, kamu sadar uang bocor ada di mana.
  • Cari hiburan murah. Alih-alih makan fancy, coba jalan sore di taman kota atau baca buku.

Ini namanya bounded rationality. Kenapa? Karena manusia sering tidak rasional saat konsumsi, jadi butuh mekanisme sederhana untuk mengontrolnya.

9. Membuat Prioritas Jangka Panjang

Kalau kondisi stabil, jangan lupa buat peta jangka panjang:

  • Target 3 tahun: punya tabungan pendidikan anak minimal Rp15 juta. Misalnya:
  • Target 5 tahun, kamu menyiapkan DP rumah sederhana (meski kecil, tetap lebih baik daripada terus kos).
  • Target 10 tahu, kamu membangun dana pensiun kecil agar tidak tergantung anak.

Langkah kecil sekarang adalah pondasi besarmu nanti.

Hidup Sederhana Itu Bentuk Kemenangan

Banyak orang salah kaprah, mengira gaya hidup sederhana itu tanda kekurangan. Padahal justru sebaliknya, hidup sederhana adalah bukti kemampuan mengendalikan diri.

Dengan gaji Rp12 juta, seorang ibu single parent bisa saja tergoda untuk terlihat “mampu” di hadapan teman kerja. Tapi tujuan utamanya bukan membuktikan diri, melainkan memastikan dua anak bisa sekolah dengan tenang, dan kesehatan tetap terjaga.

Seperti kata para ekonom, “scarcity forces choice," keterbatasan memaksa kita memilih. Dan pilihan terbaik adalah menjaga hal yang paling penting, yaitu kesehatan ibu, masa depan anak, dan ketenangan finansial.

Kembali lagi ke kondisi sahabatku, mengatur uang Rp12 juta dengan kondisi sakit dan dua anak masih bersekolah memang tidak mudah. Tapi dengan manajemen finansial yang disiplin, semua bisa berjalan.

Yang paling penting adalah mindset. Uang bukan untuk gengsi, tapi untuk hidup sehat, membesarkan anak, dan menjaga masa depan. Bukankah kalau kita berani hidup sederhana, sesungguhnya kita sudah kaya?***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun