Mohon tunggu...
Maesaroh Maesaroh
Maesaroh Maesaroh Mohon Tunggu... Guru Sekolah Dasar

suka membaca dan membimbing peserta didik dengan penuh cinta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Pasal 12 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 di SMP Negeri 1 Sumber Kabupaten Cirebon

20 Juni 2025   11:49 Diperbarui: 20 Juni 2025   11:49 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Implementasi Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama" masih menghadapi berbagai kompleksitas dalam pelaksanaannya di tingkat satuan pendidikan. Norma yuridis yang secara eksplisit menjamin kesetaraan hak dalam memperoleh pendidikan agama ini menuntut adanya mekanisme implementatif yang tidak hanya bersifat formal-prosedural, tetapi juga substantif dalam menjamin terpenuhinya hak konstitusional peserta didik tanpa diskriminasi berdasarkan keyakinan religius (Undang-Undang RI, 2003).

SMP Negeri 1 Sumber Kabupaten Cirebon, yang dipimpin oleh Drs. H. Didin Jaenudin, M.M., merupakan institusi pendidikan negeri yang menampung heterogenitas latar belakang agama peserta didik dalam konteks demografis yang didominasi masyarakat Muslim. Dengan total siswa sebanyak 1.196 orang, komposisi peserta didik menunjukkan mayoritas beragama Islam dan minoritas tiga siswa non-Muslim yaitu Titis Arjani Calysta, Marta Nada Indah Gultom, dan Elizabeth Maulina. Kondisi ini mencerminkan realitas sosio-religius Indonesia yang multikultural, dimana satuan pendidikan negeri memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin pemenuhan hak pendidikan agama bagi seluruh peserta didik tanpa memandang afiliasi keagamaan mayoritas-minoritas (Kaspullah et al., 2020)

Dalam konteks penyediaan tenaga pendidik agama Islam, SMP Negeri 1 Sumber telah memenuhi ketentuan regulatif dengan menghadirkan empat guru Pendidikan Agama Islam yang berkualifikasi, yaitu Agus Komarudin, S.Ag; Siti Maria, S.Ag; Agus Maulana, S.Pd.I, M.Pd.I; dan Alipah, S.Pd.I. Keberadaan tenaga pendidik yang secara kuantitatif memadai untuk mengampu pembelajaran pendidikan agama Islam menunjukkan komitmen sekolah dalam memenuhi kebutuhan mayoritas peserta didik. Namun, problematika implementatif muncul ketika dikaitkan dengan pemenuhan hak pendidikan agama bagi peserta didik minoritas non-Muslim, dimana tidak tersedia guru pendidikan agama Kristen atau Katolik yang dapat mengampu pembelajaran sesuai dengan keyakinan religius mereka (Sianipar et al., 2023).

Kondisi ini mengindikasikan adanya gap implementatif antara ketentuan normatif Pasal 12 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 dengan realitas empiris di lapangan. Meskipun terdapat satu tenaga pendidik berlatar belakang non-Muslim yaitu Aris Herlinawati, S.Pd, M.Pd., namun beliau mengampu mata pelajaran IPA bukan pendidikan agama, sehingga tidak dapat memenuhi fungsi sebagai pendidik agama sesuai keyakinan peserta didik minoritas. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan latar belakang agama peserta didik minoritas menjadi kendala struktural yang signifikan dalam implementasi ketentuan tersebut. Fenomena ini sejalan dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa implementasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri sering menghadapi tantangan dalam menyediakan guru agama yang sesuai dengan keyakinan siswa minoritas. Keterbatasan ini tidak hanya berdimensi kuantitatif berupa minimnya jumlah guru agama minoritas, tetapi juga aspek distribusi geografis yang tidak merata, terutama di daerah-daerah dengan dominasi agama tertentu. Kondisi demikian menuntut adanya kebijakan afirmatif dari pemerintah daerah dan pusat untuk memastikan pemenuhan hak konstitusional peserta didik tanpa diskriminasi.

Namun demikian, aspek positif yang dapat diamati dari implementasi di SMP Negeri 1 Sumber adalah adanya iklim toleransi dan inklusivitas yang terbangun dalam lingkungan sekolah. Berdasarkan testimoni dari peserta didik minoritas, mereka mengalami penerimaan yang baik dari lingkungan sekolah dan mendapat dukungan penuh untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan meraih prestasi akademik maupun non-akademik. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat keterbatasan dalam penyediaan guru agama sesuai keyakinan, namun prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan perlakuan telah terimplementasi dalam aspek kehidupan sekolah yang lebih luas. Kondisi ini mencerminkan kompleksitas implementasi kebijakan pendidikan di tingkat mikro, dimana faktor struktural seperti ketersediaan sumber daya manusia bertemu dengan dinamika sosial-kultural di tingkat satuan pendidikan. (Suwendi, 2006) dalam "Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh fid-Din Era UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003" menunjukkan bahwa pemberlakuan UU Sisdiknas memunculkan berbagai persoalan implementatif, terutama berkaitan dengan kejelasan arah, posisi, dan status hukum dalam penyelenggaraan pendidikan agama di berbagai jenis satuan pendidikan.

Ketidakjelasan ini mengakibatkan munculnya berbagai interpretasi dan praktik yang beragam di tingkat satuan pendidikan. Dari perspektif yuridis-normatif, ketidaktersediaan guru agama sesuai keyakinan peserta didik minoritas di SMP Negeri 1 Sumber dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003. Meskipun tidak bersifat intensional atau diskriminatif secara eksplisit, namun kondisi ini tetap menghasilkan disparitas dalam pemenuhan hak pendidikan antara peserta didik mayoritas dan minoritas. Hal ini menuntut adanya solusi sistemik yang tidak hanya bersifat reaktif-korektif, tetapi juga proaktif-antisipatif dalam memastikan pemenuhan hak konstitusional seluruh peserta didik. Solusi alternatif yang dapat diimplementasikan antara lain melalui kerja sama antar satuan pendidikan dalam sistem guru agama bergilir, pemanfaatan teknologi pembelajaran jarak jauh untuk menghadirkan guru agama dari wilayah lain, atau kemitraan dengan lembaga keagamaan untuk menyediakan tenaga pendidik volunteer yang memiliki kompetensi pedagogik dan religius yang memadai. Selain itu, diperlukan juga penguatan mekanisme koordinasi antara Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan satuan pendidikan dalam perencanaan dan distribusi tenaga pendidik agama sesuai dengan kebutuhan demografis peserta didik.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus SMP Negeri 1 Sumber mencerminkan tantangan implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Indonesia yang multikultural dan multi-religius. Diperlukan komitmen berkelanjutan dari seluruh stakeholder pendidikan untuk memastikan bahwa prinsip kesetaraan, non-diskriminasi, dan pemenuhan hak konstitusional dapat terimplementasi secara substantif dalam praktik pendidikan sehari-hari. Hal ini tidak hanya penting untuk menjamin keadilan dalam akses pendidikan, tetapi juga untuk memperkuat kohesi sosial dan harmoni antar-umat beragama dalam konteks kebhinekaan Indonesia. Implementasi Pasal 12 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 di SMP Negeri 1 Sumber Cirebon menunjukkan bahwa meskipun terdapat keterbatasan struktural dalam penyediaan guru agama untuk peserta didik minoritas, namun komitmen terhadap prinsip toleransi dan inklusivitas telah terbangun dengan baik. Kondisi ini menuntut adanya intervensi kebijakan yang lebih komprehensif untuk memastikan pemenuhan hak pendidikan agama bagi seluruh peserta didik tanpa diskriminasi, sekaligus memperkuat implementasi nilai-nilai kebhinekaan dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Kaspullah, Suriadi, & Adnan. (2020). Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural dalam Menumbuhkan Semangat Kebhinekaan. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 11(1), 5--24.

Sianipar, R., Telepta, H. B., Tafonao, T., Herefa, O., & Lombok,  jan L. (2023). Problematika Pengajaran Pendidikan Agama Kristen di Indonesia: Perspektif Regulasi, Kurikulum, dan Sarana Prasarana. Educatum: Jurnal Dunia Pendidikan, 4(1), 145--154. https://jurnal.yayasanyutapendidikancerdas.com/index.php/educatum%0AProblematika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun