Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serbia, Samaria, dan Ego Kita

30 Januari 2024   13:16 Diperbarui: 30 Januari 2024   13:19 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalan saya dengan bule Slavia itu terjadi di pertengahan tahun 1990-an. Tahun memanasnya sentimen kalangan Muslim terhadap orang Serbia. Begitu pun sebaliknya. Hal itu dipicu oleh peperangan antara etnis Serbia dengan Muslim Bosnia pasca pecahnya negara federasi Yugoslavia. Terutama akibat genosida yang dilakukan tentara Serbia saat menduduki Srebrenica pada tahun 1995. Di mana 8.000 Muslim Bosnia dibunuh secara sistematis dan menjadi pembunuhan massal terburuk di Eropa sejak akhir Perang Dunia Kedua (BBC News Indonesia, 11/7/2020).

Meski lahir dan tumbuh besar di Australia, namun secara psikologis tak mudah baginya menepis stereotip ke-Serbia-annya ketika harus menyebut nama saat memperkenalkan diri dengan orang Muslim seperti saya, ujarnya saat itu.

                    ***

Bagi saya, dia bak orang Samaria yang baik. Bagaimana tidak? Masih membekas dalam kenangan, kalau main ke pantai  -di mana saja- dia akan selalu membawa beberapa karung di bagasi mobil. Dan setiap sore kita memunguti sampah, terutama plastik dan beling lalu dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPS) dalam perjalanan pulang. Bahkan dia pernah menghentikan mobil hanya gara-gara saya membuang bungkus permen yang tak seberapa itu dari balik jendela mobil.

Pun dengan keahliannya sebagai tukang listrik selalu membuatnya 'tergelitik' untuk membetulkan kabel-kabel listrik di rumah-rumah penduduk yang dilihatnya tidak safety.

                    ***

Kepeduliannya yang mungkin bagi sebagian orang sepele, tetapi itu menunjukkan bagaimana perbedaan (ras, agama, budaya, bangsa) tak menjadi hambatan. Bukan penghalang untuk berbuat pada sesama.

Sementara di antara kita masih saja ada yang tersandera ego dengan perbedaan yang sifatnya sesaat. Sekedar berbeda pilihan dalam pesta politik lima tahunan saja, tak jarang kita 'memasang tembok' pemisah. Layaknya tembok primordial antara kita dengan mereka. Antara kelompok kita dengan kelompok mereka.

Lucunya, ketika para kandidat yang kita dukung sudah makan-makan bersama, kita masih tetap saling tak suka.

Semoga di ajang pesta demokrasi sekarang ini, sekat tembok pemisah itu tak terbangun kembali. Seperti halnya kisah orang Samaria yang tak terhalang sekat ego primordial untuk mengasihi sesama.

Bogor, 30 Januari 2024        

 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun