Salju Berhembus dalam Kalbu
Oleh: M. Abd. Rahim
***
Satu minggu berlalu....
Aku masih dirawat di rumah sakit, beberapa hari di rumah pulang dari rumah sakit kondisi tubuhku tambah menurun. Pak Alif beserta istrinya menjengukku, Pak Sugi juga datang bersama Pak Haji Nasrul. Saat itu kondisiku melemah, tak bisa menemani mereka satu persatu. Yang kuingat, Pak Alif dan pak haji Nasrul mengelus keningku sambil berdoa kesembuhanku. Lalu Aku tidak ingat lagi, apa yang terjadi.
Pelaksanaan ujian akhir semester hari ini adalah terakhir, namun aku belum kunjung sembuh. Irine setiap pulang dari sekolah selalu menemaniku, dan menjagaku. Kehadirannya tanpa diketahui oleh orang tuanya, namun Ibu Suci adalah sahabat Ibuku waktu kecil dulu.Â
Setiap kali kehadirannya menjagaku terekam oleh ibuku, dan semua keindahan, kasih sayang dan ketulusan hati dari Irine merawatku dikirim ke Ibu Suci. Hingga kabar ini, sampai ke ayah Irine. Pak Hadi berubah pikiran, setelah melihat pengorbanan anaknya, begitu telaten menjagaku.
"Bagaimana yah, apa rencanamu tetap menolak Radit sebagai imamnya anak kita?" Tanya Ibu Irine ke suaminya
"Aku melihat ketulusan hati dari Irin, aku tak tega bila anak perempuanku jauh dengan Radit!" Balas pak Hadi
***
6 bulan berlalu...
Beberapa ujian sudah selesai dan akhirnya hari kelulusanku diumumkan. Aku takut, aku tidak lulus karena beberapa hari tidak ikut ujian. Aku hanya mengerjakan beberapa soal ujian pemberian dari Pak Alif saat beliau menjengukku.Â
"Kau lulus anak kebanggaanku" kata ibuku. Aku menangis, aku ingin sujud syukur tapi tubuhku tak bisa. Kuhanya menundukkan kepala sambil mengalirkan air mata.
Oya beberapa soal dari pak Alif sebagian dikerjakan oleh Irin.Â
"Terimakasihlah pada Irine, itu mereka di luar bersama keluarganya" pinta ibuku.
Aku diantar oleh ibuku masih dengan kursi roda. Kami semua bahagia, kami semua berkumpul di ruangan di mana aku di rawat.Â
Pak Hadi, ayahnya Irine tidak seperti yang kukira. Beliau sangat tulus membantuku berdiri dari kursi roda menuju ke kasur.
"Hati-hati nak Radit, banyaklah istirahat agar cepat sembuh" katanya dengan senyum penuh kesejukan
Aku tersenyum
***
Kesembuhanku membawa angin segar pada dunia, mengahadirkan hembusan salju pada sukma. Menyejukkan pada harapan cinta dan cita-cita. Kesembuhanku menjadi acara syukuran dan doa bersama yang sepesial di keluarga pak Hadi.Â
Ibuku dan bapakku mendampingiku, sementara mas Kris bersama Mbak Clarissa sudah tunangan. Juga datang pada malam itu.
"Dit, manajer hotel mencarimu. Kantor membutuhkanmu. Salam dari pak Manajer besok kamu datang ke kantor ya!" Kata mas Kris
"Alhamdulillahi robbil alamin!" Jawab ibu merekah
***
Pagi itu, subuh menyapa dunia. Aku bangun dan berdoa lalu aku bersama mas Kris berangkat ke kantor dengan membawa beberapa persyaratan. Beberapa menit aku diinterview dan hasilnya Aku diterima kerja di tempat dimana saat aku magang dulu. Pak manajer sangat mengenal karakterku, aku juga mengenalnya dengan baik.
"Nak Radit, selamat bergabung di kantor ini, selamat ya!"
"Oya pak manajer, bolehkan bekerja sambil kuliah?" Kataku
"Boleh, atur saja waktunya. Yang penting terlaksana semuanya"
Sesuai permintaan orang tuanya, Irine Damayanti melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Walaupun jarak telah memisahkan antara aku dan Irine, namun cintaku selalu dekat di dalam hati.Â
"Tetaplah menjadi embun penyejuk dalam hatiku, jalan kita masih panjang. Mari kita ukir bersama prestasi-prestasi anak bangsa"
"Terimakasih banyak semuanya, telah membawa kami ke gerbang kesuksesan. Terimakasih ya Tuhan engkaulah yang maha segalanya. " Kataku mengakhiri perjumpaan itu.Â
***
Surabaya, 30 November 2022
Naskah ke-35, tantangan dari dokjay 30 hari menulis di Kompasiana
***
Silahkan Baca Juga Naskah Sebelumnya:
Naskah ke-1 : Guruku Adalah Orang Tuaku
Naskah ke-2: Sekolahku Adalah Surgaku
Naskah ke-3: Satu Visi, Satu hati
Naskah ke-4: Tragedi di Warung Pak Sugi
Naskah ke-5: Doa Bersama Untuk Para Guru Indonesia
Naskah ke-6: Ibu dan Guruku Melarangku Pacaran
Naskah ke-7: Madu Guru, Buah Manis Cita-cita Siswa
Naskah ke-8: Teman Kerja Adalah Guruku
Naskah ke-9: Berguru pada Pangeran Diponegoro
Naskah ke-10: Berguru pada Sunan Kalijaga
Naskah ke-11: Si Kebaya Merah
Naskah ke-12: Kangen Masakan Ayah
Naskah ke-13: Guruku Inspirasiku, Karenamu Ada Toko Online
Naskah ke-14: Berkah Digitalisasi Warung Pak Sugi
Naskah ke-15: Cinta Bersmi, Kembali dari Tanah Suci
Naskah ke-16: Cinta Segitiga
Naskah ke-17: Ledakan Itu, Melukai Dua Hati
Naskah ke-18: Hubungan Terlarang
Naskah ke-19: Guruku Adalah Obat Hatiku
Naskah ke-20: Ibuku Awet Muda, Apa Rahasianya?
Naskah ke-21: Di Ujung Waktu; 8 Miliar Manusia
Naskah ke-22: Solusi Bau Badan Menjadi Teladan
Naskah ke-23: Berguru Pada Elon Musk
Naskah ke-24: Hujan Di Akhir Bulan
Naskah ke-25: Detik Perjuanganku Menyambut Hari Guru
Naskah ke-26: Semangat Menyambut Hari guru
Naskah ke-27: Cahaya Itu Ilmu, Obornya adalah Guru
Naskah ke-28: Upacara Hari Guru
Naskah ke-29: Doa Bersama, Persiapan Ujian Akhir Semester
Naskah ke-30: Arti Apresiasi
Naskah ke-31: Bertemu di Warung Kelontong
Naskah ke-32: Lembutnya Hati Telah KembaliÂ
Naskah ke-33: Saat Belajar Bersama
Naskah ke-34: Badai Cinta Melukai Cinta
Naskah ke-35: Salju Berhembus dalam Kalbu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H