Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

FB Membangunkan Kodok (Baca: Macan) Tidur

28 Januari 2016   22:38 Diperbarui: 28 Januari 2016   22:53 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

#44-

Angkringan John Kopet malam ini benar-benar berbeda tidak seperti biasanya, yang mana sejak kepindahannya ke teras depan rumah dari semula di dekat perempatan jalan besar, rasa-rasanya jauh tidak lebih strategis sebagai tempat nongkrong sambil ngopi (btw; anda sudah ngopi ?). Jika biasanya paling banyak dalam satu kesempatan ngobrol dan nongkrong hanya 3 sampai 4 orang, malam ini mendekati seperhitungan jumlah jari di kedua tangan.

apa yang orang bilang bahwa rejeki jika memang sudah menjadi bagiannya, maka takkan kemana. Keteguhan hati John (kita sepakati saja memakai nama depan untuk memanggilnya, nama belakangnya sama sekali tak ramah etika) untuk lebih memilih tempat yang notabene milik sendiri, lebih tepatnya milik kakek moyangnya, meski menurut banyak orang tak lebih strategis dibanding sebelumnya, telah mulai menampakkan hasil. Setidaknya utang tiga tahun yang baru lunas beberapa hari lalu sudah tak perlu lagi diperbarui seperti biasanya. 

"Walah, John, nyong njagong ngendi kiye ?" seru Plenong sambil membetulkan sarungnya yang methe-methe sudah melorot di bawah perut gentongnya. 

"Gelar klasa kono kae wae, kang, nyah.." sahut John tanpa melihat pada yang diajak bicara. Tangan kirinya meraih dan mangacungkan tikar pandan lusuh bekas alas tidur almarhum kakeknya pada kang Plenong. Tangan kanannya masih asik mengaduk teh jahe pesananku. 

"Wis kene, John, ora diudak-udek wae", potongku, aroma jahe bakar memang begitu menggoda di tengah cuaca dingin usai hujan seharian begini. Hmm... 

"Mas, katanya di internet lagi rame masalah opo kae jenenge, emm.. tol laut sama kereta cepat ya ?", tanya John sambil beringsut di singgasananya dekat tungku pusaka andalannya. 

Belum sempat kujawab, karena sedang nikmat menyruput jahe yang masih kebul-kebul, tiba-tiba dari kejauhan kang Kojah yang sejak awal asik dengan andro barunya menimpali:

"Halah, biasa kuwe Jooon, paling ya kaya kemarin-kemarin itu, cuma ribut di fesbuk apa tifiwan thok, habis itu sepi lagi, nggih to mas ?", John itu senengane iyig kaya jonru kok nggih mas ?", kang Kojah malah melempar padaku, aku cuma bisa nggleges, mafhum apa yang dimaksud. 

"Hahaha...opo to kang ? tak kiro gek semesan ro mbah Kisut, kok nyahut", jawab John sambil berkelakar, "Samang kuwe kok kaya ora kena krungu sithik wae juragane diomong karo uwong". 

"woo... dasar John angkring kok pancen, sok keminter dumeh wis kuliyah njur nek muni kaya paling pinter dewe sak angkringan, persis basir..wkwkwk", suara kekeh kang Plenong. Rupanya si Plenong gatal juga mendengar kelakar John yang menyinggung sedikit kata "juragan" seperti biasanya kalau membuka obrolan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun