Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Voice Against Reason Museum Macan

14 Maret 2024   13:17 Diperbarui: 14 Maret 2024   14:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Bisma (foto was taken by NurTaufik Kopaja71)

Patung Bisma dalam hujanan panah Arjuna yang membuatnya meninggal dan terjatuh namun tidak sampai ke tanah karena banyaknya hujanan panah yang memenuhi tubuhnya sehingga panah-panah tersebut menahan tubuh Bisma hingga tidak tergeltak sampai ke tanah. 

Dalam wiracarita Mahabhrata, pertemuan antara Prabu Santanu dari Hastinapura dan Dewi Satyawati memenuhi Dewabarata sang putra mahkota. Demi kebahagiaan ayahnya, Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya sehingga hanya keturunan Satyawati yang akan menduduki tahta kerajaaan. Sumpahnya itu menyentuh hati para dewa sehingga memberi dia nama Bisma artinya memiliki sumpah yang dahsyat dan dia diberi kekuatan untuk menentukan sendiri waktu kematiannya. 

Dalam sebuah pertandingan, Bisma bertemu dengan Dewi Amba, salah satu dari ketiga putri Kasi. Amba jatuh cinta dengan Bisma, namun Bisma telah bersumpah untuk tidak menikah. Secara tidak sengaja, ia melesatkan panah yang menusuk dada Amba, dan Amba bersumpah untuk membalaskan dendamnya kepada Bima. 

Beberapa tahun kemudian, terjadilah perebutan tahta Hastinapura yang menimbulkan perang Bharatayuddha dimana Bisma berperang di pihak penguasa keluarga Kurawa. Walalpun Bisma tahu bahwa pihak lawan akan menang namun dia tetap berpihak pada Pandawa dan bertarung. Pada pertarungan hari kesepuluh, Bisma berhadapan dengan Srikandi yang merupakan reinkarnasi dari Amba. Melihat Srikandi berdiri di hadapan Bisma, diapun meletakkan senjatanya tetapi  dari belakang Srikandi, ada Arjuna melepaskan rentetan panah, hingga Bismapun meninggal.

Melalui Bisma, I Wayan Jana mengukir peristiwa tersebut dalam pahatan kayu tradisional yang dipelajarinya dari sang ayah, I Ketut Muja, seorang pematung. Bagi perupa, Bisma adalah simbol dari bakti kepada orangtua dimana keberadaan kita adalah buah dari pertemuan kedua orang tua kita. 

I Ketut Muja adalah figur penting dalam perkembangan seni patung Bali dimana karyanya diukuri dari akar pohon tua, ditempa menjadi bentuk-bentuk yang mistis dan surealis. I Ketut Muja berguru pada I Wayan Tangguh seorang empu yang ahli dalam menciptakan topeng Bali dari Singapadu. 

 Patung Bisma (foto was taken by NurTaufik Kopaja71)
 Patung Bisma (foto was taken by NurTaufik Kopaja71)

Rwa Bhineda patung yang mempunyai konsep falsafah hidup dalam keyakinan masyarakat Bali. Dalam Bahasa Sansekerta Kuno, Rwa berarti "dua" dan Bhineka berarti "yang berbeda" sehingga diartikan sebagai dualitas atau dualisme-dua yang bertentangan namun tak terpisahkan yang menciptakan keseimbangan. Tidak ada yang dianggap sepenuhnya baik atau sepenuhnya buruk. Yang satu tidak harus mengalahkan yang lain karena keduanya setara dan saling melengkapi. Dalam pameran ini tidak ada satupun yang dapat kita sentuh, kita hanya dapat mengagumi dan membaca kisah-kisah dari hasil karya perupa. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun