Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Spirit Wirausaha Susu Menyala di Brau, Dusun Bekas IDT di Kota Batu

8 Agustus 2017   10:16 Diperbarui: 27 Agustus 2017   03:40 2552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peternak sedang memerah sapi di kandang warga|Dokumentasi Pribadi

Pak Munir, begitu warga Dusun Brau sehari-hari menyapanya. M. Munir, adalah ketua badan usaha koperasi susu bernama "Margo Makmur Mandiri" yang beralamatkan di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Lokasinya cukup terpencil dari pusat kota Batu, karenanya kawasan ini dahulunya tergolong daerah Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Tak hanya mengelola Koperasi Margo Makmur Mandiri (2002), Munir juga mengembangkan wahana wisata alam di bibir hutan pinus bertema "Rumah Papua" (2017). Pasalnya, lokasi dusun Brau tepat berada di kaki bukit bernama Gunung Banyak. Kawasan hutan pinus itu, dimanfaatkan untuk wisata alam dengan menawarkan eksotika tempatnya yang instagramable.

Wahana wisata alam bertema
Wahana wisata alam bertema
Berkat kehadiran Munir, dkk., api kecil kewirausahaan seolah menyala di dusun yang warganya mayoritas bekerja sebagai peternak sapi perah. Kini, Brau berkembang menjadi salah satu sentra susu selain Tirtomoyo dan Pujon, Malang. Berikut hasil kunjungan kami bersama komunitas Blogger Kompasiana Malang (Bolang) pada Sabtu (5/8/017).

Kandang Sapi dan Sensasi Rasa Susunya

Sabtu sore itu (5/8/2017), sekitar pukul 16.00 Wib komunitas Bolang berkunjung ke dusun Brau, setelah siangnya Kopdar di Macethe Cafe sembari menikmati suasana hutan pinus di Coban Rais, Batu.

Ditemani oleh Munir, kami melihat aktivitas peternak sapi di kandang sederhana milik Pak Sahud dan isterinya, Bu Mujiati. Lokasinya hanya beberapa meter dari kantor koperasi.

Kandang sapi perah di Dusun Brau, Kota Batu|Dokumentasi Pribadi
Kandang sapi perah di Dusun Brau, Kota Batu|Dokumentasi Pribadi
"Pak Munir, kapan sapi itu bisa diperah susunya?", tanya Mbak Lilik kepadanya saat berada di kandang. "Sapi itu  bisa diperah setelah bunting...", begitu jawabnya. "Oh... ternyata tak jauh berbeda seperti manusia, begitu teman-teman menimpali".

Setelah melihat aktivitas di kandang sapi, kami melihat lokasi biogas hasil olah kotoran sapi. Bahan bakar ini digunakan untuk menyalakan kompor gas dan lampu petromak di dapur. 

Dapur di rumah milik warga peternak sapi perahDokumentasi Pribadi
Dapur di rumah milik warga peternak sapi perahDokumentasi Pribadi
Di bawah sorot lampu petromak itulah, kami diberi kesempatan minum susu segar yang baru dimasak, setelah sebelumnya kami dipersilahkan mencoba susu segar yang baru diperah. Wow... rasanya memang gurih bingitsss!

Sensasi minum susu segar yang baru diperah|Dok. Pribadi
Sensasi minum susu segar yang baru diperah|Dok. Pribadi
Menurut selera lidah saya, susu segar yang baru diperah lebih gurih dari pada susu segar yang baru dimasak. Maklum, selama ini saya baru pertama kali saya merasakan perbedaan sensasinya, langsung dari tempat produksinya, Brau.

Tiap Hari, Warga Setor Susu ke Koperasi

Usai dari kandang dan menikmati susu segar sembari ngobrol di dapur warga peternak susu, kami menuju rumah Pak Munir yang sekaligus dijadikan sebagai Pos Penampungan Pusat hasil produksi susu segar.

Sore itu, sekitar pukul 16.30 Wib, kami menyaksikan aktivitas warga Brau sedang menyetor hasil susu sapi perah mereka.

Aktivitas peternak saat setor susu di Dusun Brau saat sore hari|Dokumentasi Pribadi
Aktivitas peternak saat setor susu di Dusun Brau saat sore hari|Dokumentasi Pribadi
Setiap pagi hari sekitar pukul 06.00-08.00 Wib dan sore hari (pukul 16.00-18.00 Wib), mereka setor susu segar ke Koperasi. Tiap setor, susu segar ditest menggunakan alat pengukur mutu susu untuk melihat seberapa kadar berat jenis (BJ) susunya.

Susu bermutu baik, BJ-nya berkisar antara 24-25. Jika jauh di bawah angka itu, katakanlah 19, berarti kualitas susunya kurang baik dan tidak memenuhi standar kelayakan. Koperasi berhak menyortirnya.

Alat pengontrol kualitas susu|Dokumentasi Pribadi
Alat pengontrol kualitas susu|Dokumentasi Pribadi
Susu hasil setoran yang sudah ditest, kemudian dialirkan melalui saringan ke dalam bak penampungan khusus, selanjutnya didinginkan dengan suhu 2,40 Celcius dengan alat pendingin otomatis untuk menjaga agar susu tidak rusak.

Terdapat sekitar 600-700 ekor sapi perah di Dusun Brau yang dihuni oleh sekitar 130 Kepala Keluarga (KK). Sekitar 70-an KK bergabung dengan koperasi yang diketuai oleh M. Munir.

M. Munir, Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri saat berada di dekat bak penampungan biogas dari kotoran sapi|Dokumentasi Pribadi
M. Munir, Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri saat berada di dekat bak penampungan biogas dari kotoran sapi|Dokumentasi Pribadi
Begitulah keseharian hidup mayoritas warga dusun Brau. Mereka mengandalkan kehidupan ekonominya dengan memelihara sapi dan mengumpulkan tiap tetes susu sapi yang berhasil mereka perah.

Pola Pemberdayaan Peternak Sapi Perah

Awalnya, penduduk warga Brau sebagai petani biasa. Tidak banyak yang memiliki sapi perah. Untuk meningkatkan populasi sapi perah, dikembangkanlah sistem tabungan dengan cara "nggaduh" (bagi hasil, misalnya 50 : 50 antara investor dengan pemelihara sapi). Begitu penjelasan Pak Munir saat ngobrol dengan teman-teman Bolang di kantor koperasinya, Brau.

Katakanlah harga pedet (bibit sapi) seharga Rp 5 juta/ekor. Setelah berumur sekitar 1,6 tahun, sapinya sudah bunting dan siap dijual, anggaplah laku Rp 20 juta/ekor. Selisih harga pedet dengan harga jual sapi bunting dibagi dua, masing-masing mendapatkan Rp 7,5 juta.

Hasil tersebut menjadi tabungan calon peternak, sehingga bisa beli pedet untuk dipelihara sampai bunting dan siap perah. Begitu seterusnya, hingga masing-masing keluarga dusun Brau memiliki sapi perah sendiri. Kuncinya, tiap keluarga memiliki lahan untuk tanaman rumput sebagai pakan ternaknya.

Sapi pedet saat menghabiskan susu segar|Dokumentasi Pribadi
Sapi pedet saat menghabiskan susu segar|Dokumentasi Pribadi
Menurut penjelasan Pak Munir, tiap keluarga (suami isteri) normalnya memiliki lima ekor sapi perah, sehingga sapinya bisa diperah secara bergantian agar produksi susunya stabil sepanjang tahun.

Sebagai gambaran, setelah sapi dara bunting dan siap diperah, lama produksinya sekitar 8-9 bulan. Paska itu, sapi dibiarkan dalam kondisi "kering" (tidak diperah) selama beberapa saat hingga sapinya siap bunting lagi. Setelah bunting, pedetnya dipisahkan. Induknya baru diperah lagi, begitu seterusnya.

Kreatif Manfaatkan Eksotika Hutan Pinus

Pos penampungan pusat untuk susu segar, berada di kator koperasi susu. Lokasinya berdekatan dengan hutan pinus, tempat wisata Goa Pinus berada.

Melihat potensi wisata di kawasan ini kian berkembang, maka Munir, dkk berinisiasi untuk mendirikan wahana wisata alam bertema "Rumah Papua" (2017) dengan melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Koperasinya dengan pihak Perhutani setempat.

Situasi Dusun Brau mulai lengang. Warga yang menyetorkan susu sudah kembali ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan para petugas koperasi susu sudah bersiap undur diri. Mesin pendingin otomatis buatan Perancis telah bekerja untuk menstabilkan susu. Di akhir pertamuan sekitar pukul 18.30 Wib, kami bersiap mohon diri.

Suasana perumahan penduduk di Dusun Brau|Dokumentasi Pribadi
Suasana perumahan penduduk di Dusun Brau|Dokumentasi Pribadi
Satu tenteng tas kresek berisi jeruk manis segar diberikan kepada kami. "Ini anak saya, alhamdulillah sudah lulus S2", begitu kata Munir sembari memperkenalkan putri sulungnya jelang kami mohon diri. "Kami bisa seperti ini, berkat menabung dan merawat susu...", begitu kalimat penutup yang sempat saya ingat di akhir kunjungan singkat itu.

Kenangan indah yang tak terlupakan dengan Dusun Brau. Meski dusun itu bersembunyi di balik bukit, namun bisa berkembang menjadi sentra susu. Bahkan baru-baru ini telah berdiri wahana wisata alam bertema "Rumah Papua".

Hal itu tak lepas berkat peran wirausahawan lokal seperti Munir dan kawan-kawannya. Ia bersedia menyalakan spirit wirausaha di dusun tempat ia dibesarkan. Semoga spirit wirausaha tetap menyala di Dusun Brau yang pro ekonomi kerakyatan. 

-------

Lihat videonya, di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun