Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Spirit Wirausaha Susu Menyala di Brau, Dusun Bekas IDT di Kota Batu

8 Agustus 2017   10:16 Diperbarui: 27 Agustus 2017   03:40 2552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peternak sedang memerah sapi di kandang warga|Dokumentasi Pribadi

Usai dari kandang dan menikmati susu segar sembari ngobrol di dapur warga peternak susu, kami menuju rumah Pak Munir yang sekaligus dijadikan sebagai Pos Penampungan Pusat hasil produksi susu segar.

Sore itu, sekitar pukul 16.30 Wib, kami menyaksikan aktivitas warga Brau sedang menyetor hasil susu sapi perah mereka.

Aktivitas peternak saat setor susu di Dusun Brau saat sore hari|Dokumentasi Pribadi
Aktivitas peternak saat setor susu di Dusun Brau saat sore hari|Dokumentasi Pribadi
Setiap pagi hari sekitar pukul 06.00-08.00 Wib dan sore hari (pukul 16.00-18.00 Wib), mereka setor susu segar ke Koperasi. Tiap setor, susu segar ditest menggunakan alat pengukur mutu susu untuk melihat seberapa kadar berat jenis (BJ) susunya.

Susu bermutu baik, BJ-nya berkisar antara 24-25. Jika jauh di bawah angka itu, katakanlah 19, berarti kualitas susunya kurang baik dan tidak memenuhi standar kelayakan. Koperasi berhak menyortirnya.

Alat pengontrol kualitas susu|Dokumentasi Pribadi
Alat pengontrol kualitas susu|Dokumentasi Pribadi
Susu hasil setoran yang sudah ditest, kemudian dialirkan melalui saringan ke dalam bak penampungan khusus, selanjutnya didinginkan dengan suhu 2,40 Celcius dengan alat pendingin otomatis untuk menjaga agar susu tidak rusak.

Terdapat sekitar 600-700 ekor sapi perah di Dusun Brau yang dihuni oleh sekitar 130 Kepala Keluarga (KK). Sekitar 70-an KK bergabung dengan koperasi yang diketuai oleh M. Munir.

M. Munir, Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri saat berada di dekat bak penampungan biogas dari kotoran sapi|Dokumentasi Pribadi
M. Munir, Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri saat berada di dekat bak penampungan biogas dari kotoran sapi|Dokumentasi Pribadi
Begitulah keseharian hidup mayoritas warga dusun Brau. Mereka mengandalkan kehidupan ekonominya dengan memelihara sapi dan mengumpulkan tiap tetes susu sapi yang berhasil mereka perah.

Pola Pemberdayaan Peternak Sapi Perah

Awalnya, penduduk warga Brau sebagai petani biasa. Tidak banyak yang memiliki sapi perah. Untuk meningkatkan populasi sapi perah, dikembangkanlah sistem tabungan dengan cara "nggaduh" (bagi hasil, misalnya 50 : 50 antara investor dengan pemelihara sapi). Begitu penjelasan Pak Munir saat ngobrol dengan teman-teman Bolang di kantor koperasinya, Brau.

Katakanlah harga pedet (bibit sapi) seharga Rp 5 juta/ekor. Setelah berumur sekitar 1,6 tahun, sapinya sudah bunting dan siap dijual, anggaplah laku Rp 20 juta/ekor. Selisih harga pedet dengan harga jual sapi bunting dibagi dua, masing-masing mendapatkan Rp 7,5 juta.

Hasil tersebut menjadi tabungan calon peternak, sehingga bisa beli pedet untuk dipelihara sampai bunting dan siap perah. Begitu seterusnya, hingga masing-masing keluarga dusun Brau memiliki sapi perah sendiri. Kuncinya, tiap keluarga memiliki lahan untuk tanaman rumput sebagai pakan ternaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun