Kita akan bertemu saat matahari terbenam dan bulan terbit muncul bersama di langit, pada hari itu kita akan menjadi satu untuk keabadian. Setelah seratus tahun kematianku.
***
Mojokerto tahun 2019...
Senja belumlah tiba, matahari masih terang bersinar diatas langit. Petirtaan Jolotundo mulai dipadati oleh umat Hindu. Diiringi oleh suara lonceng yang dibunyikan oleh pedanda dan berbagai macam sesajen yang dipikul oleh beberapa wanita, mereka perlahan memadati areal sumber mata air itu.
Dipimpin oleh seorang pedanda bernama I Ketut Suardana, puluhan umat Hindu mulai khusyuk berdo'a menghadap petirtaan yang telah dipenuhi oleh aneka rupa canang sari di tepian kolam. Matahari perlahan-lahan mulai tergelincir. Sambil berjalan mengelilingi barisan orang-orang, I Ketut Suardana mulai memercikkan air suci petirtaan Jolotundo yang telah ia beri do'a.
Tiba-tiba seorang pemundut mulai kerauhan. Sambil mengayun-ayunkan sebuah keris ke udara, ia berteriak-teriak tak karuan. Bersamaan dengan peristiwa kerauhan itu, seorang wanita yang tengah berdiri untuk mendapatkan siraman air suci tiba-tiba pingsan.
***
Trunyan tahun 1919...
Ida Ayu Oka sangat bahagia. Kekasihnya Anak Agung Putu Wartayasa akan menikahinya. Setelah hubungan mereka yang berjalan hampir setahun lamanya, akhirnya mereka mendapat restu dari kedua orang tua mereka.
"Hari ini aku sangat bahagia Bli, akhirnya Aji setuju dan menerima lamaranmu." ucap Dayu Oka.
"Iya, akhirnya kita bisa bersatu. Sang Hyang Widhi telah mengabulkan permohonanku." balas Anak Agung Putu Wartayasa.