Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Don't Look Up", Bukan Film Disaster Biasa

30 Desember 2021   13:09 Diperbarui: 30 Desember 2021   15:23 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by: @dontlookupfilm

Pertama, penyangkalan. Tahapan di mana kita tak mau menerima fakta tersebut. Di film ini digambarkan lewat orang-orang yang menertawakan Dibiasky dan Dr. Mindy.

Kedua, kemarahan. Di film ini ada begitu banyak kemarahan. Dibiasky yang mengawali, kemudian Dr. Mindy. Mereka marah lantaran betapa acuhnya pemerintah dan masyarakat atas komet tersebut.

Ketiga, tawar-menawar. Di film ini tahapan ini membagi masyarakat membagi dua bagian. Mereka yang percaya pada bencana tersebut atau kaum "Look Up".

Lalu mereka yang percaya bahwa bencana komet itu tidak ada, atau tidak seberbahaya dugaan para ilmuwan. Mereka disebut kaum "Don't Look Up" (yang kemudian jadi judul film ini). Kelompok ini muncul akibat gagasan seorang pebisnis teknologi ternama yang ingin membiarkan komet tersebut masuk ke bumi demi mengambil keuntungan. Keinginan itu didukung oleh Presiden Orlean.

Keempat, depresi. Ketika akhirnya komet tersebut menampakkan wujudnya, masyarakat jatuh pada jurang depresi. Keputusasaan menyebar luas.

Kelima, penerimaan. Inilah yang dilakukan oleh Dr. Mindy dan Kate di penghujung film, berkumpul bersama orang-orang dicintainya untuk menikmati makan malam.

Masih banyak sindiran lainnya. Misalnya soal bagaimana Presiden Orlean yang mengabaikan bencana komet tersebut dan lebih mementingkan pemilu. Lalu dia berbalik mendukung karena akan menguntungkannya dalam pemilu.

Ada juga soal star-syndrome yang dialami oleh Dr. Mindy. Sejak dia masuk teve, dia menjadi terkenal dan dijuluki "dokter yang gagah". Dia jadi punya kesibukan baru menjadi youtuber yang membahas soal kiamat tersebut; dan sering diundang di beragam acara stasiun televisi. (Dan ini juga sebuah kritik pada "televisi" kita dalam menyikapi bencana, mereka membuatnya jadi acara yang "menghibur".)

Sikap pebisnis teknologi juga disindir di sini. Ketimbang menyelamatkan kemanusiaan, mereka lebih suka mencari keuntungan demi memperkaya diri sendiri.

Masyarakat juga disindir, lewat betapa mereka lebih suka berita gosip ketimbang berita bencana yang mengancam hidup mereka. Ini bukan kali pertama McKay, selaku sutradara, mengkritik hal yang sama. Di filmnya sebelumnya, The Big Short, dia juga menaruh kritik tersebut.

Meski dengan bertumpuknya isu yang ditaruh di film ini, tak menjadikan film ini kelebihan muatan dan sulit dicerna. Alur ceritanya sanggup merangkul semua isu tersebut dan menjadikannya utuh karena satu isu dengan isu lainnya memang saling berhubungan. Untuk ini McKay layak mendapatkan tepuk tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun