Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Teka Teki Tika" Akhirnya Terungkap!

26 Desember 2021   12:23 Diperbarui: 26 Desember 2021   13:05 6094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by: @tekatekitikafilm

Di kelas menulis skenario yang saya ikuti setahun silam, Ernest Prakasa mengatakan dia biasa menggunakan metode 3 babak 8 sequence dalam filmnya. Tiga babak itu berupa: pengenalan karakter, pengembangan konflik, dan ending. 

Lalu delapan sequence yang dimaksud adalah: sequence satu berupa pengenalan karakter; sequence dua ketika sang tokoh mendapat insiden pemicu yang membuatnya harus keluar dari zona nyaman; sequence tiga berupa keraguan, di sini sang tokoh merenungkan masalahnya lalu memutuskan; sequence empat sang tokoh mendapat tantangan pertama; sequence lima sang tokoh mendapat kemenangan palsu; sequence enam sang tokoh mendapat tantangan yang sesungguhnya; sequence tujuh ketika sang tokoh jatuh ke titik nadir atau bisa dibilang antiklimaks; sequence delapan adalah kesimpulan.

Dalam wawancara dengan awak media, Ernest mengatakan film terbarunya kali ini, Teka Teki Tika, menggunakan formula yang berbeda. Dan memang benar. Meski masih mengangkat keluarga sebagai tema besarnya, Ernest tak memakai rumus yang selama ini diandalkannya.

Mirip Knives Out?

Teka Teki Tika memulai ceritanya lewat Pak Budiman (Ferry Salim) dan Bu Sherly (Jenny Zhang) yang akan merayakan ulangtahun pernikahan. Hadir di malam perayaan, Arnold (Dion Wiyoko) dan istrinya, Laura (Eriska Rein); lalu Andre (Morgan Oey) dan pacarnya, Jane (Tansri Kemala). 

Mereka berbincang, makan malam bersama, hingga adu bacot---antara Arnold dan Andre---sebelum akhirnya perselisihan itu terhenti berkat bunyi bel di pintu. 

Seorang gadis bernama Tika (Sheila Dara) muncul dan mengaku sebagai anak haram Pak Budiman. Tika mengancam bakal membongkar skandal tersebut ke media jika tak diberi uang seratus juta---skandal yang akan berakibat gagalnya Pak Budiman memenangkan tender dengan Pak Bupati korup. 

Bu Sherly yang mengetahui Pak Budiman pernah selingkuh, mengijinkan Tika masuk untuk membuktikan kebenaran. Adegan selanjutnya berupa tarik-ulur antara Tika dengan keluarga tersebut, lewat rahasia-rahasia pribadi mereka yang dibongkarnya satu persatu.

Kemiripan film ini dengan Knives Out---sebagaimana anggapan para netizen---adalah genrenya yang berupa thriller, tepatnya thriller psikologi. 

Tapi dari segi cerita, film ini lebih mirip dengan The Invisible Guest yang sama-sama mengandalkan dialog sebagai penggerak cerita dan sama-sama menggunakan "orang asing" yang tiba-tiba muncul.

Hanya saja fokus film ini kepada target yang harusnya mendapat tekanan demi tekanan psikologis, yaitu Pak Budiman, saya rasa kurang jika dibandingkan dengan ujian mental yang menimpa Adrian di The Invisible Guest. Sehingga twist di akhir terasa kurang mengalir dan terkesan mendadak. 

Barangkali penyebabnya adalah fokus Tika tak hanya kepada Pak Budiman saja, melainkan juga kepada anak-anaknya Pak Budiman, utamanya kepada Andre---yang menurut saya tak ada kaitannya dengan twist di akhir.

Lalu apa yang membedakan film ini dengan film Ernest sebelumnya? Tentunya bukan sekadar berganti genre, dari drama komedi ke thriller. 

Melainkan juga dari formula yang diterapkan. Jika sebelumnya Ernest lebih suka memulai filmnya dengan menceritakan latar belakang tokoh-tokohnya, kali ini dia langsung menyodorkan konflik. 

Jika diibaratkan film detektif, penonton langsung disodorkan dengan adegan ditemukannya mayat misterius. Tak ada pengenalan karakter, tak ada insiden pemicu yang membuat tokoh utama keluar dari zona nyamannya. Yang ada adalah penyelesaian konflik, dan digalinya satu demi satu misteri.

Akan tetapi jika melihat film ini secara keseluruhan, bisa dibilang film ini adalah bagian terkecil dari semesta film yang akan dibuat oleh Ernest selanjutnya---entah trilogi atau tetralogi begitulah.

 Film "Teka Teki Tika" ini layaknya sequence satu, di mana penonton diperkenalkan pada Tika. Dari mana asalnya, apa pekerjaannya, juga apa visi di dalam batok kepalanya. Lebih mirip Arini di semesta "Love for Sale", yang identitasnya diungkap sedikit demi sedikit.

Ernest mengaku film ini terinspirasi dari kabar korupsi dana bansos tempo hari. Dan film ini memang mengangkat isu korupsi, bahkan di menjelang ujung film penonton diberikan wejangan secara tersurat: "Bisnis yang bener, jangan nyogok pejabat." Asyik.

Meski bergenre thriller, Ernest masih menyelipkan komedi yang jadi ciri khasnya selama ini. Kabar baiknya, joke-joke tersebut diletakkan di tempat dan waktu yang tepat, demi tak merusak atmosfer ketegangan di dalamnya.

Sebagai sebuah film percobaan Ernest untuk keluar dari zona nyamannya, film ini cukup menjanjikan. Dan ending di film ini mengisyaratkan adanya sekuel. Tentu layak dinantikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun