Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Putus Dirundung Duka

29 Oktober 2020   21:03 Diperbarui: 29 Oktober 2020   21:06 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa kamu yakin mereka bisa berubah pikiran dan mau menerima kita?" balas Rizal.

"Aku berharap dengan kehadiran anak ini, mereka akan luluh hatinya. Apalagi ini adalah cucunya yang pertama", jawab Hasna mencoba meyakinkan suaminya.

"Hmmm...boleh dicoba. Sebaiknya kita tunggu anak ini berumur seminggu".

Hasna mengangguk dan tersenyum optimis. Ia kemudian membayangkan ibunya akan menggendong-gendong cucunya, tersenyum bangga dan mencium pipinya. Lalu ibunya memutuskan untuk mengadakan upacara aqiqah di rumahnya. Ia dan suami pindah dan tinggal di rumah orang tuanya.

Tujuh hari kemudian, si bayi badannya panas. Rencana hari itu untuk pergi ke rumah orang tua Hasna tertunda. Hasna meminta Rizal untuk pergi ke rumah temannya untuk meminta daun dadap untuk penurun panas. Tanpa menunggu, Rizal segera meluncur dengan sepeda motor untuk mencari obat buat anaknya.

Di rumah kontrakan, Hasna dengan telaten mengompres bayinya. Suhu badannya semakin meningkat. Si bayi menangis tanpa henti. Hasna semakin gusar. Apalagi suaminya sudah cukup lama belum kembali juga. "Lama sekali si Rizal", bisiknya lirih.

Sesaat kemudian, terdengar ada ketukan pintu. Hasna bergegas menuju pintu dan berharap sekali suaminya pulang.

"Benarkah ini rumah Ibu Hasna?" tanya seseorang dengan seragam polisi. Hasna terkejut, ada apa gerangan polisi sampai datang ke kontrakannya.

"I...iya, betul Pak. Silakan masuk!"

"Dengan berat hati saya kabarkan kepada ibu, bahwa suami ibu meninggal dunia karena kecelakaan. Saat ini mayatnya sedang berada di rumah sakit PKU", kata polisi itu dengan nada suara yang dibuat sehati-hati mungkin.

"Apa? Benarkah?" jerit Hasna berusaha meyakinkan diri dengan kabar yang barusan ia dengar. Si polisi hanya mengangguk iba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun