Mohon tunggu...
M. Khaliq Shalha
M. Khaliq Shalha Mohon Tunggu... Pegiat literasi bersama anak didik

Pustakawan MTs Al-Wathan Sumenep

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

HAHEHO (Dari Tobat Sambal Menuju Tobat Nasuha)

7 Januari 2015   16:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 1488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Klasifikasi dosa secara garis besar menurut al-Ghazali ada tiga. Pertama, meninggalkan kewajiban dari Allah, seperti salat, puasa, zakat dan lainnya. Cara tobatnya dengan menggantinya. Kedua, dosa antara manusia dan Allah, seperti minum khamar, makan barang riba dan lainnya. Cara tobatnya dengan menyesali dosa yang telah diperbuat dan berjanji sepenuh hati untuk tidak mengulanginya. Ketiga, dosa yang ada kaitannya dengan manusia lainnya. Jenis dosa ini lebih sulit cara tobatnya. Meliputi banyak hal seperti harta, jiwa, kehormatan, kemuliaan dan agama.


Cara bertobat dari dosa karena mengambil harta orang lain adalah berkewajiban mengembalikan harta tersebut jika memungkinkan. Jika tidak, karena orang yang diambil hartanya sudah tidak terjangkau keberadaannya atau telah wafat, keluarkanlah sedekah yang pahalanya untuknya jika memungkinkan. Jika tidak mampu bersedakah untuknya, tingkatkanlah perbuatan baik, kembalikan kepada Allah penuh rendah hati dengan harapan Dia rida kepadanya di hari kiamat kelak.


Tobat dari kejahatan terhadap jiwa orang lain berupa hukum kisas, atau diselesaikan dengan keluarga korban. Jika tidak memungkinkan berserah diri kepada Allah dengan harapan semoga Dia meridai kelak di hari kiamat.


Tobat karena mencemarkan nama baik orang lain, seperti menggiba, memfitnah atau mencaci dengan cara menyatakan bahwa dirinya pernah perdusta korban, lalu meminta kerelaannya. Hal itu dilakukan jika memungkinkan dan sekiranya tidak dikhawatirkan menyulut masalah lebih besar, tidak menimbulkan gejolak kemarahan dan dampak negatif lainnya. Jika khawatir, alternatifnya menyerah kepada Allah, semoga Dia meridai, berbuat baik sebanyak mungkin dan beristigfar sebagai pengimbangnya untuk orang yang dicemarkan nama baiknya.


Tobat karena merusak kehormatan orang lain, misalnya mengkhianatinya, keluarganya, keturunannya atau lainnya. Caranya, menceritakan pengkhianatannya jika tidak akan menimbulkan masalah besar, lalu meminta kehalalannya, walaupun cara ini sulit dilakukan. Bila menggunakan cara ini akan menimbulkan masalah kemarahan dan hal negatif lainnya, alternatifnya dengan cara mengemis ampunan kepada Allah dan berbuat banyak kebaikan dan istigfar buat orang yang dikhianati sebagai pengimbangnya.


Tobat karena merusak agama orang, misalnya membuat orang menjadi kafir, bidaah atau sesat, tindakan ini tergolong berlebihan, tobatnya jika memungkinkan dengan cara menyatakan kedustaannya kepada orang yang telah digelincirkan dan meminta kehalalannya. Jika tidak mungkin, berserah dirilah kepada Allah secara sungguh-sungguh dengan harapan Dia meridainya.


Itulah upaya tobat dengan ragam alternatifnya yang dikemukakan al-Ghazali. Tobat ibarat membuat rapot hijau sebagai pencucian rapot merah yang telah ditorehkan sebelumnya karena melanggar aturan menyangkut hak Allah dan manusia. Melanggar kewajiban yang Allah berikan tobatnya lebih mudah ketimbang karena semena-mena menghempaskan hak-hak orang lain. Pelanggaran terhadap hak orang lain harus terlebih dahulu dipulihkan dengan cara-cara kemanusiaan pula, yaitu mengembalikan hak-haknya, lalu meminta ampun kepada Allah. Tak cukup hanya memohon ampun kepada Allah selagi orang yang dirugikan masih memungkinkan untuk dimintai keridaannya. Di situlah sangat nampak keadilan Tuhan yang diberlakukan pada tiap hambanya di muka bumi ini tanpa pandang bulu. Dalam kehidupan, nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan tidak diposisikan secara timpang, namun berimbang. Keduanya harus tersempurnakan demi terciptanya rahmat dalam kehidupan.


Tobat seseorang akan diterima oleh Allah apabila tobatnya serius, bukan tobat sambal, yaitu jera-jera ketagihan. Tidak ada kata terlambat dalam bertobat sebelum nafas kematian masih belum sampai di tenggorokan. Nabi SAW bersabda, “Allah akan menerima tobat seorang hamba sebelum nyawa penghabisannya sampai di tenggorokan.” (HR. Ahmad). Mari hindari tobat versi Firun yang sia-sia, karena dia baru mau insaf ketika sedang sekarat waktu tenggelam di laut Merah.


Orang yang baik di dunia ini begitu banyak. Mereka bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa, tetapi ketika berbuat dosa mereka segera bertobat. Wallah a’lam.

*****

Sumenep, 7 Januari 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun