3. Postulates Kurang Responsif terhadap Perubahan Bisnis : Kritik: Beberapa postulat klasik, seperti Historical Cost atau Going Concern, dianggap rigid dan tidak selalu mencerminkan realitas pasar modern. Kontemporer: Pendekatan fair value dan reporting berbasis risiko lebih banyak digunakan karena mencerminkan nilai ekonomi lebih realistis dibandingkan biaya historis.
4. Prinsip dan Konsep Terlalu Normatif : Kritik: Prinsip dan konsep disajikan sebagai aturan universal, padahal banyak standar akuntansi kini bersifat principle-based atau goal-oriented, bukan sekadar rule-based. Kontemporer: Misalnya, konsep accrual dan matching tidak selalu jelas dalam transaksi digital atau derivatif kompleks; auditor dan manajemen harus menafsirkan dengan judgment.
5. Kurangnya Perspektif Stakeholder : Kritik: Bab ini cenderung fokus pada pelaporan untuk "user laporan keuangan" secara umum, tanpa mendalami kebutuhan berbagai stakeholder (investor, kreditor, regulator, masyarakat). Kontemporer: Pendekatan modern lebih memperhatikan multiple stakeholders, termasuk isu ESG (Environment, Social, Governance) yang tidak tercakup dalam postulat/prinsip klasik.
Dalam konteks perkembangan akuntansi modern, Bab 5 dari buku Accounting Theory karya Wolk, Tearney, dan Dodd masih menjadi referensi utama untuk memahami hubungan antara postulates, principles, dan concepts. Namun, menurut analisis modul kuliah Prof. Apollo (Universitas Dian Nusantara, 2025), kerangka klasik tersebut memerlukan pembaruan agar tetap relevan terhadap perubahan ekonomi, teknologi, dan sosial yang terjadi dewasa ini.
1. Postulate: Going Concern
Postulat going concern menyatakan bahwa perusahaan diasumsikan akan terus beroperasi di masa depan dan tidak akan dilikuidasi dalam waktu dekat. Postulat ini menjadi dasar utama penyusunan laporan keuangan jangka panjang. Sebagai contoh, perusahaan emiten dapat tetap menerbitkan obligasi jangka panjang meskipun harga saham sedang menurun sementara.
Namun, dalam konteks modern, postulat ini dikritik karena dianggap kurang responsif terhadap risiko eksternal yang tinggi, seperti krisis ekonomi global atau risiko iklim.Â
2. Postulate: Monetary Unit
Postulat monetary unit menegaskan bahwa semua transaksi ekonomi harus dicatat dalam satuan mata uang yang stabil, biasanya mata uang nasional. Prinsip ini memberikan konsistensi dan memungkinkan perbandingan antarperiode laporan. Misalnya, nilai obligasi dicatat dalam rupiah meskipun saham perusahaan yang sama diperdagangkan dalam dolar AS.
Kritik kontemporer terhadap postulat ini adalah bahwa ia tidak mempertimbangkan fluktuasi nilai tukar dan inflasi global. Dalam ekonomi lintas negara, penggunaan satu mata uang tunggal bisa menyebabkan distorsi nilai.
3. Postulate: Economic Entity
Postulat economic entity menyatakan bahwa perusahaan harus dipisahkan dari pemilik maupun entitas lain agar laporan keuangan dapat mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara akurat. Sebagai contoh, investor saham tidak boleh mencampur aset pribadi dengan dana perusahaan; demikian pula obligasi harus dicatat sebagai kewajiban perusahaan, bukan pemegang saham.
4. Postulate: Time Period
Postulat time period membagi kegiatan ekonomi ke dalam periode tertentu, seperti laporan kuartalan atau tahunan, untuk memudahkan analisis dan perbandingan. Misalnya, laporan kuartalan mencatat dividen saham dan bunga obligasi berdasarkan periode akrual. Namun, paradigma modern menilai bahwa model pelaporan periodik ini sudah mulai usang di era digital.Â