Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

EKSPANSI INDUSTRI BATAM dan MITIGASI RISIKO LINGKUNGAN

13 Agustus 2025   05:48 Diperbarui: 13 Agustus 2025   05:48 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/o67J52CkM32VdsFR7

Tulisan ke 2, tentang Batam

Perkembangan pesat Kota Batam tak terlepas dari geliat sektor industri yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonominya. Namun, di balik narasi pembangunan yang menjanjikan, terdapat dinamika ekspansi ruang dan lahan industri yang semakin meluas, bahkan merambah ke wilayah kepulauan di sekitarnya, seperti Pulau Rempang, yang menyimpan potensi besar sekaligus risiko lingkungan yang signifikan. Ekspansi industri yang masif ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan menarik investasi, secara inheren membawa konsekuensi terhadap kualitas lingkungan hidup yang perlu dicermati secara kritis dan diantisipasi secara proaktif. Kebutuhan akan lahan industri yang terus meningkat, didorong oleh berbagai proyek strategis nasional, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan, terutama di ekosistem kepulauan yang cenderung lebih rentan terhadap gangguan.

Kajian mengenai strategi pengembangan kawasan industri di Batam menunjukkan bahwa kebutuhan lahan terus mengalami peningkatan signifikan seiring dengan masuknya investasi baru dan perluasan fasilitas produksi yang sudah ada. Data dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) mengindikasikan adanya permintaan lahan yang terus bertambah untuk sektor manufaktur, logistik, dan teknologi tinggi (BP Batam, 2023). Fenomena ini mendorong pemerintah untuk mencari dan mengembangkan kawasan-kawasan baru, salah satunya adalah Pulau Rempang, yang diproyeksikan menjadi pusat industri dan manufaktur berteknologi tinggi. Rencana pengembangan Pulau Rempang, yang seringkali diidentikkan dengan proyek besar seperti pembangunan kawasan industri terintegrasi dan pusat energi, mengindikasikan skala ekspansi yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah kepulauan Batam. Proyeksi ini didukung oleh pemberitaan media yang secara konsisten mengangkat potensi investasi dan penciptaan lapangan kerja di kawasan tersebut, seiring dengan upaya percepatan realisasi proyek strategis nasional (Tempo.co, 2023; Kompas.com, 2023).

Namun, di balik potensi ekonomi yang ditawarkan, ekspansi industri di Pulau Rempang dan sekitarnya menghadirkan dampak dan risiko kerusakan lingkungan yang sangat besar. Pulau Rempang, dengan bentang alamnya yang didominasi oleh ekosistem mangrove, hutan tropis, dan pesisir, memiliki nilai ekologis yang tinggi. Ekosistem mangrove di sana berfungsi sebagai penyerap karbon, pelindung garis pantai dari abrasi, habitat bagi keanekaragaman hayati laut, serta penyaring alami bagi kualitas air (Sari & Handayani, 2020). Penebangan hutan mangrove dan konversi lahan bervegetasi untuk pembangunan infrastruktur industri, seperti pabrik, gudang, dan jalan, akan secara langsung menghancurkan habitat alami, mengurangi kemampuan ekosistem dalam menyerap karbon, dan meningkatkan kerentanan kawasan pesisir terhadap bencana seperti erosi dan banjir rob. Kehilangan tutupan vegetasi ini juga berpotensi memperparah masalah sedimentasi di perairan sekitar, yang dapat mengganggu ekosistem laut dan aktivitas perikanan tangkap yang menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat lokal.

Lebih lanjut, kehadiran kawasan industri berskala besar di Pulau Rempang akan meningkatkan potensi pencemaran lingkungan. Limbah cair dari industri, jika tidak dikelola dengan standar pengolahan yang sangat ketat dan efektif, dapat mencemari perairan pesisir dan laut, mengancam kesehatan biota laut serta kualitas air yang mungkin digunakan untuk keperluan lain. Emisi gas buang dari aktivitas industri dan transportasi yang meningkat juga berpotensi menurunkan kualitas udara di kawasan tersebut dan sekitarnya, serta berkontribusi terhadap perubahan iklim global melalui peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) (Nurdin et al., 2020). Pengelolaan limbah padat dari aktivitas industri juga akan menjadi tantangan besar, yang memerlukan sistem pengolahan dan pembuangan akhir yang aman dan ramah lingkungan untuk mencegah pencemaran tanah dan air tanah. Selain itu, perlu dicermati pula dampak terhadap sumber daya air tawar yang mungkin ada di pulau tersebut, yang dapat terancam oleh aktivitas konstruksi dan operasional industri.

Menghadapi ekspansi industri yang masif ke Pulau Rempang dan sekitarnya, mitigasi risiko lingkungan yang komprehensif menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, kebijakan strategis yang perlu diimplementasikan meliputi: pertama, wajibnya menerapkan instrumen pengendalian kerusakan lingkungan, mulai dari KLHS, AMDAL sampai perijinan lingkungan. Kedua, penerapan prinsip no net loss atau net positive impact untuk ekosistem kritis seperti mangrove dan hutan, melalui restorasi dan konservasi setara atau lebih besar dari dampak kerusakan yang ditimbulkan. Ketiga, pengembangan dan adopsi teknologi industri hijau, efisiensi energi, serta sistem pengelolaan limbah terintegrasi yang sangat ketat untuk meminimalisir jejak ekologis. Keempat, penguatan sistem pemantauan lingkungan real-time dan penegakan hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran, dengan sanksi yang proporsional terhadap skala kerusakan. Kelima, pemberdayaan dan perlindungan masyarakat lokal serta pengakuan terhadap kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya, beserta kompensasi yang adil dan berkelanjutan. Keenam, penyusunan rencana kontingensi bencana lingkungan yang matang dan pengembangan tata kelola risiko terpadu, melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk kesiapan dan respons yang efektif. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan mitigasi risiko secara serius dalam setiap tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan industri di Pulau Rempang, Batam dapat berupaya menyeimbangkan ambisi ekonomi dengan tanggung jawab ekologisnya, demi masa depan yang lebih lestari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun