Rencana akuisisi GoTo oleh Grab menandai perubahan signifikan dalam industri teknologi dan layanan transportasi di Indonesia. Grab, sebagai perusahaan asal Singapura, berusaha memperkuat posisinya dengan mengakuisisi GoTo, hasil merger antara Gojek dan Tokopedia---startup asli Indonesia yang telah berhasil mendominasi pasar digital lokal. Meskipun langkah ini memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menambah layanan, dampak negatif yang ditimbulkan, terutama dalam aspek politik, ekonomi, sosial, dan teknologi, memerlukan perhatian serius. Dalam konteks ini, ancaman terhadap pembangunan daerah menjadi fokus yang sangat penting.
Dari sudut pandang politik, akuisisi ini berpotensi menimbulkan dampak negatif pada lanskap politik Indonesia. Konsentrasi kekuasaan di tangan satu perusahaan besar dapat mengurangi keberagaman suara di dalam industri teknologi. Hal ini menciptakan risiko bahwa keputusan politik terkait regulasi dan kebijakan akan lebih dipengaruhi oleh kepentingan Grab daripada kepentingan masyarakat atau pelaku usaha kecil. Dalam kajian oleh Rachmawati (2022), tercatat bahwa perusahaan besar memiliki kekuatan untuk memengaruhi kebijakan publik melalui lobi yang kuat, sementara startup lokal mungkin tidak memiliki sumber daya yang sama untuk bersuara. Oleh karena itu, akuisisi ini dapat memperlemah posisi tawar eksistensi startup asli Indonesia, termasuk GoTo, dan mengancam keberadaan inovasi yang berkelanjutan.
Dari sudut pandang ekonomi, penguasaan pasar oleh Grab melalui akuisisi ini dapat memicu risiko monopolistik. Dengan mengintegrasikan dua entitas besar, Grab berpotensi membatasi persaingan yang sehat di pasar. Tanpa persaingan yang memadai, harga layanan bisa melonjak dan inovasi terhambat. Menurut analisis yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2023), dominasi Grab dapat membuat pemain kecil dan lokal kesulitan untuk bersaing, mengakibatkan pengurangan diversitas dalam ekosistem bisnis dan menurunnya peluang usaha bagi pengusaha lokal di daerah.
Lebih lanjut, dampak ekonomi ini sangat relevan dalam konteks pembangunan daerah yang bergantung pada sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dan IKM (Industri Kecil dan Menengah) yang merupakan tulang punggung ekonomi lokal. Apabila Grab mengambil alih GoTo dan merasionalisasi operasi, para pengusaha lokal yang telah bersaing di pasar transportasi dan e-commerce berisiko kehilangan peluang, yang bisa memicu kebangkrutan dan pengurangan lapangan kerja. Dalam laporan terbaru, Kementerian Koperasi dan UKM RI mencatat bahwa sebanyak 60% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor UMKM dan IKM, menjadikan sektor ini sangat krusial dalam penyediaan lapangan kerja (Kementerian Koperasi dan UKM, 2023).
Salah satu dampak paling langsung dari akuisisi ini adalah ancaman terhadap tenaga kerja. Penelitian oleh Rahardjo (2023) menunjukkan bahwa konsolidasi sering kali berujung pada pemutusan hubungan kerja, terutama di kalangan pekerja kontrak dan driver ojek online. Dengan integrasi kedua perusahaan, ada kecenderungan bagi Grab untuk merasionalisasi tenaga kerja demi efisiensi, yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran, terutama di daerah yang bergantung pada sektor transportasi berbasis aplikasi. Pengemudi GoTo dan karyawan di sektor layanan dapat menghadapi ketidakpastian pekerjaan yang lebih besar, yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi keluarga mereka.
Selain itu, kehilangan lapangan kerja di sektor transportasi dapat menyebabkan domino effect, di mana pengangguran meningkat, daya beli masyarakat menurun, dan pada gilirannya mempengaruhi penjualan produk-produk lokal. Dalam kondisi seperti ini, IKM dan UMKM yang selama ini bergantung pada arus transportasi yang stabil untuk distribusi barang dan layanan mereka juga akan terdampak. Ketersediaan lebih sedikit driver dan kurir bisa mengakibatkan keterlambatan dalam pengiriman, yang selanjutnya berdampak pada kepuasan pelanggan dan pendapatan dari usaha lokal.
Dari sisi sosial, akuisisi ini bisa mempengaruhi hubungan masyarakat dengan layanan digital. Kemandirian yang sebelumnya dimiliki oleh GoTo sebagai startup asli Indonesia mungkin akan hilang, sehingga menyebabkan kurangnya kepercayaan dari pengguna yang lebih menyukai produk lokal. Ketersediaan layanan yang kurang bervariasi juga dapat mengurangi pilihan bagi konsumen, terutama di daerah-daerah yang seharusnya mendapat layanan lebih baik. Penelitian oleh Mardian (2023) menunjukkan bahwa penggunaan layanan asing dapat menimbulkan kesenjangan sosial, di mana layanan yang lebih baik tersedia bagi kalangan yang lebih mampu, sedangkan kalangan berpenghasilan rendah akan kehilangan akses ke layanan berkualitas.
Dalam aspek teknologi, jika Grab berhasil mengakuisisi GoTo, ada potensi penyalahgunaan data pengguna. Integrasi data yang luas antara platform Grab dan GoTo akan menjadikannya sasaran empuk untuk pelanggaran terhadap privasi pengguna. Penelitian yang dilakukan oleh Choudary dan Kenney (2022) menunjukkan bahwa perusahaan raksasa digital sering kali mengabaikan perlindungan data, mengakibatkan kerentanan informasi pribadi konsumen. Hilangnya kendali di tangan pengguna atas data mereka bisa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap platform digital, yang pada akhirnya mempengaruhi adopsi layanan digital di tingkat rakyat.
Dengan mengambil konteks regional, daerah yang sebelumnya mendapatkan manfaat dari GoTo, seperti akses ke layanan transportasi dan e-commerce yang terjangkau, mungkin tidak merasakan manfaat yang sama setelah akuisisi. Grab lebih cenderung memusatkan operasi dan layanan di kota-kota besar, yang dapat mengakibatkan pengabaian daerah pinggiran dan komunitas kecil. Menurut laporan dari Kementerian Perhubungan (2023), pengurangan operasional di daerah dapat menyebabkan proporsi ketimpangan sosial yang lebih besar, di mana masyarakat di luar kota besar akan semakin tertinggal dalam hal aksesibilitas layanan.
Dalam menghadapi rencana akuisisi GoTo oleh Grab, dampak negatif yang besar harus diwaspadai, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial, teknologi, maupun kerugian lain bagi Indonesia sebagai pemilik startup asli. Penting untuk mempertimbangkan kebijakan yang dapat melindungi pelaku usaha lokal dan menjamin keberagaman di dunia digital. Kebijakan yang menyediakan ruang bagi pemain kecil dan mendorong inovasi akan sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan ekonomi lokal. Dengan perhatian serius terhadap dampak ini, Indonesia dapat memastikan bahwa akuisisi ini tidak akan merugikan masyarakat dan pelaku usaha di daerah, tetapi justru bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat ekosistem bisnis yang inklusif dan berdaya saing.