Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tukang Kopi dan Virus Corona di Bulan Kedelapan

18 Oktober 2020   14:39 Diperbarui: 19 Oktober 2020   13:57 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjual kopi | Gambar: Dok. Mantab via Kompas.com

Delapan bulan hingga kini kita masih berkutat dalam bingkai virus corona atau covid-19. Pertanyaan terbesarnya sampai kapan kita akan melawan virus yang tiada habisnya ini?

Menyelisik jawaban tukang ahli, katanya bakal lama virus ini akan hilang sehingga pilihan hidup berdampingan dengannya adalah pilihan yang dipandang tepat. Kata "damai" pun sempat mencuat ke permukaan seolah kita berhadapan dengan para penjahat yang menodongkan pistol ke kepala.

Menyikapi usia ke delapan bulan virus ini menetap di Indonesia, saya akan berbagi cerita dari segelintir orang yang berkeluh kesah perihal virus corona. Sebut saja namanya tukang kopi yang kemudian ia membagi kisahnya dalam beberapa segmen.

Tukang kopi sebelum pandemi

Dulu, kata si tukang kopi kepada saya. Sebelum virus corona menyerang Indonesia, penjualan kopi sangat lancar, dapur ngebul, istri bisa bersolek, biaya sekolah anak terpenuhi dan kebutuhan lainnya terbeli.

Bahkan di akhir pekan bisa jalan-jakan mengitari kota, berlibur ke pantai, pemandian umum, atau pelesir ke pulau sebrang masih bisa dilakukan bersama keluarga.  Kebetulan di tempat kami ada destinasi wisata pulau. 

Pendapatan bersih si tukang kopi sebelum pandemi virus corona sekitar 100 ribu hingga 150 ribu per malam. Lumayan, meski hanya kopi jalanan di pinggir jalan kalau ditabung mencukupi apa yang telah disebutkan di atas.

Katanya lagi, di jalanan, lalu lalang orang dengan motor dan mobil begitu ramai sehingga menambah nikmatnya kopi yang diseruput di pinggir jalan. Hingar bingar suara mesin dan knalpot semacam orkestra yang mengalun indah di telinga. 

Tukang kopi selama pandemi

Namun, sejak bulan Maret lalu ketika kebijakan pembatasan sosial didengungkan, semuanya seperti dunia terbalik. Jalanan sepi, lalu lalang orang tidak ada lagi, pendapatan menurun ke kisaran 20 ribu. Bersolek dan berlibur pun tidak lagi masuk agenda. 

Kebutuhan dasar menjadi fokus utama dalam keberlangsungan hajat hidup keluarga. Sembako menjadi prioritas utama dalam kehidupan rumah tangga agar sekeluarga tetap menghirup napas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun