Selain tiga isu yang telah disebutkan di atas, pemerintah dengan segala kebijakannya turut andil menimbulkan ketidakpedulian masyarakat terhadap virus corona ini.
Pengesahan omnibus law yang menimbulkan demonstrasi di beberapa kota dan pilkada yang akan digelar pada bulan dua belas telah menjadi isu sentral dan menarik. Akibat dua fenomena ini virus corona terabaikan. Media pun tak segembor dahulu memberitakan corona.
Apa hal di atas berdampak pada pendapatan tukang kopi? Jawabannya iya, meski tak sebanding dengan sebelum pandemi virus corona.Â
Sembari bibir tersungging yang menunjukkan senyum, tukang kopi bercerita kepada saya bahwasanya ada sisi positif terhadap beberapa kejadian dan sikap tidak peduli masyarakat terhadap virus corona ini.Â
Masyarakat khususnya anak-anak muda mulai ngopi bareng lagi. Di lain kelompok, secara psikologis masih ada yang takut terhadap penularan virus corona ini sehingga memilih diam di rumah.
Catatan tukang kopi
Efek kebijakan dan perilaku masyarakat terutu berpengaruh terhadap penjualan kopi di bulan ke delapan. Beberapa kebijakan memang dirasa aneh.Â
Di kala kita disuruh menjaga jarak, pelanggan tak datang lagi dan warung sepi, di sisi lain kampanye dengan dangdutan dan mengundang khalayak ramai terus digoyang. Omnibus law diketok sehingga muncullah demonstrasi.
Tukang jual kopi memakai celana pendek berandai-andai dan berpikir inikah new normal? Normal baru pelanggan kelu, Â tukang kopi pilu.
Catatan lain adalah ada budaya baru saat ngopi bareng di tengah pandemi virus corona ini. Masker menjadi kostum tambahan para pelanggan yang datang. Meski begitu, si empunya warkop tetap mengenal siapa pelanggan itu dari sorot matanya.