Mohon tunggu...
Luqmanul hakim
Luqmanul hakim Mohon Tunggu... DIrektur Program dan Pemenangan Pusat Polling Indonesia

Peneliti dan konsultan komunikasi politik di Pusat Polling Indonesia yang berdedikasi dalam riset survei, analisis strategis, dan jurnalisme. Alumni Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. Selama 6 tahun menjadi jurnalis TV di NET TV dengan berbagai penugasan dari politik, ekonomi, hukum dan luar negeri. Saat ini menjabat sebagai Direktur Program Pusat Polling Indonesia lembaga yang didirikan untuk ikut terlibat dalam pembangunan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Kuota Haji, Keserakahan dan Luka Umat Islam

10 September 2025   22:29 Diperbarui: 11 September 2025   11:59 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ibadah Haji di Masjidil Haram.(PIXABAY/SHAHBAZ HUSSAIN)

Namun, di tengah penantian itu, jalan pintas ternyata terbuka lebar. Kuota tambahan yang semestinya menjadi berkah, justru mengalir ke travel-travel besar. Beberapa di antaranya bahkan dimiliki atau dikaitkan dengan tokoh agama berpengaruh, yang ironisnya justru memanfaatkan kepercayaan umat untuk memperkaya diri. Fakta ini menambah lapisan luka: korupsi kuota haji bukan hanya dilakukan oleh pejabat atau birokrat, tetapi juga oleh mereka yang seharusnya menjadi panutan spiritual.

Kerakusan yang Menggerus Kepercayaan Publik

Dampak dari korupsi kuota haji ini jauh melampaui angka kerugian negara. Ada luka psikologis yang ditanggung jutaan calon jamaah haji. Mereka yang harus menunggu puluhan tahun merasa diperlakukan tidak adil ketika melihat orang lain melesat cepat dengan jalur transaksional.

Lebih jauh, kepercayaan publik terhadap negara pun terkikis. Jika pengelolaan ibadah saja bisa dikapitalisasi, bagaimana rakyat bisa percaya bahwa birokrasi lain dijalankan dengan adil? Lebih berbahaya lagi, simbol religius ikut ternoda. Ketika ibadah haji yang seharusnya menjadi simbol kesucian diperdagangkan, maka yang runtuh bukan hanya sistem birokrasi, melainkan sendi moral bangsa.

Sejarah menunjukkan bahwa setiap bangsa runtuh bukan semata karena serangan luar, tetapi karena kebusukan dari dalam. Aristoteles pernah menulis bahwa keadilan adalah tujuan tertinggi negara. Jika rasa keadilan itu hilang, maka yang tersisa hanyalah keruntuhan moral.

Peran Kementerian Haji dan Umrah: Harapan atau Sekadar Formalitas?

Di tengah krisis ini, Presiden baru saja melantik Menteri Haji dan Umrah sebagai bagian dari kabinet besar. Kementerian baru ini diharapkan menjadi ujung tombak dalam memperbaiki tata kelola ibadah haji. Namun, publik masih bertanya: apakah kementerian ini akan benar-benar bekerja untuk jamaah, atau sekadar menambah lapisan birokrasi?

Kementerian Haji dan Umrah memikul beban besar: mengembalikan kepercayaan publik, menata distribusi kuota secara adil, serta memastikan travel-travel tidak lagi memperjualbelikan hak jamaah. Tugas ini tidak mudah, karena jejaring kepentingan yang melilit sudah begitu dalam. Namun, tanpa keberanian politik, semua janji perbaikan hanya akan menjadi retorika kosong.

Momentum Reformasi Tata Kelola Haji

Kasus ini semestinya menjadi titik balik. Ada tiga hal mendesak yang harus segera dilakukan. Pertama, distribusi kuota harus transparan dan berbasis sistem digital yang bisa diakses publik. Rakyat berhak tahu siapa yang berangkat, dengan dasar apa, dan bagaimana kuota tambahan dipakai. Kedua, pengelolaan dana haji harus profesional, amanah, dan tidak dipolitisasi. Ketiga, penegakan hukum harus tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat dalam korupsi kuota haji, baik pejabat maupun tokoh agama, harus diproses hukum secara adil.

Dengan lebih dari 5,3 juta calon jamaah yang kini masuk daftar tunggu, keberanian melakukan reformasi akan menjadi ukuran sejauh mana negara benar-benar hadir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun