Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bagaimana Industri K-Pop Memicu Fenomena "Celebrity Worship Syndrome"?

4 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 9 Januari 2023   12:48 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tanda cinta ala penggemar K-Pop. (sumber: SHUTTERSTOCK/BOONTOOM SAE-KOR via kompas.com)

Mengagumi dan mengidolakan sosok figur publik itu lumrah, terlebih di dunia hiburan. Wajah rupawan, gaya yang modis dan berkelas, persona di depan kamera sampai kehidupan pribadi seorang pesohor selalu mengundang decak kagum dan keingintahuan khalayak. .

Dari sudut pandang sang artis, punya penggemar tentu menyenangkan. Sayangnya, punya penggemar juga bisa jadi malapetaka kalau si penggemar kelewat kepo bahkan obsesif. 

Perbuatan penggemar yang seperti itu tergolong ke dalam Celebrity Worship Syndrome (CWS), yang tidak lain adalah pemujaan berlebihan terhadap idola.

Mengutip dari Psychology Today, CWS adalah kelainan mental berupa obsesi adiktif seseorang terhadap kehidupan personal selebriti. Sebenarnya jurnalis, politisi, penulis atau orang-orang yang dikenal publik juga bisa mendapat banyak sorotan dan menjadi objek obsesi, tapi tentu tidak sebesar sorotan dan obsesi yang ditujukan pada pesohor yang berasal dari dunia hiburan.

Dalam industri K-Pop, CWS biasa terjadi pada penggemar fanatik idol tertentu yang disebut sebagai sasaeng.

Istilah sasaeng berasal kata sa (pribadi) dan saeng (kehidupan). Dengan kata lain, sasaeng adalah istilah untuk menyebut penggemar obsesif yang suka melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu privasi bahkan membahayakan keselamatan idolanya.

Tindakan para sasaeng ini ngeri-ngeri, lho. 

Ada yang menguntit sampai ke tempat tinggal idol, menyewa taksi seharian penuh agar bisa mengikuti jadwal idol, naik pesawat yang sama atau menginap di hotel yang sama dengan idol ketika mereka konser di luar kota atau luar negeri dan sebagainya. Saking obsesifnya, tindakan mereka berpotensi membuat idol celaka bahkan kehilangan nyawa jika tidak segera diselamatkan.

Para K-Poper (penggemar K-Pop) senior pasti tidak asing dengan ulah sasaeng terhadap personel TVXQ, Jung Yunho, pada tahun 2006 silam yang membuatnya muntah darah dan pingsan setelah minum jus jeruk hadiah dari penggemar yang telah diberi lem kuat.

Meski pada akhirnya terkuak bahwa yang memberikannya bukan penggemar sebagaimana dugaan awal melainkan haters, tetap saja itu kejadian yang mengerikan.

Member Super Junior, Kim Heechul pernah mengalami kecelakaan akibat ulah sasaeng yang membuatnya patah tulang kaki sehingga harus istirahat total dari kegiatannya.

Rapper boygroup 2PM, Taecyeon pernah mendapat surat cinta dari penggemar yang ditulis dengan darah menstruasi.

Main dancer EXO, Kai mendapat hadiah boneka dari penggemar yang ternyata pada bagian matanya dipasang kamera pengintai. Dan masih banyak lagi hal-hal gila yang dilakukan sasaeng terhadap idol K-Pop lainnya.

Kalau dulu, gangguan dari sasaeng lebih banyak dilakukan secara fisik, sekarang selain fisik juga secara daring.

ilustrasi idol K-Pop-sumber gambar: Allkpop diunduh dari prsoloraya.pikiran-rakyat.com
ilustrasi idol K-Pop-sumber gambar: Allkpop diunduh dari prsoloraya.pikiran-rakyat.com

Fenomena penggemar fanatik seperti ini sebetulnya bukan hanya terjadi di industri hiburan Korea Selatan. 

Namun, menurut saya ada hal-hal tertentu yang membedakan antara pemicu fenomena CWS dalam dunia K-Pop dengan fenomena CWS yang terjadi di industri hiburan negara lain, termasuk Indonesia.

Secara garis besar, fenomena CWS dalam industri K-Pop tidak lepas dari persona dan citra sang idol yang dibentuk bagaikan malaikat tanpa cela yang membuat penggemar delusional.

Industri K-Pop tidak hanya menjual musik dan performance di atas panggung, tapi juga konten, persona dan citra sang idol.

Adanya konten-konten boy/girl group, seperti lyrics fanchant, MV reaction atau variety show membuat penggemar jadi bisa melihat sisi lain idolanya. 

Makanya, seringkali penggemar menemukan duality antara penampilan on stage dengan off stage. Di panggung tampak keren dan manly, di variety show atau konten-konten grupnya ternyata humoris dan usil.

Kadang, yang jadi masalah adalah ketika persona dan citra yang ditampilkan oleh seorang idol adalah bentukan agensi. Kita mungkin tidak pernah tahu yang mana yang asli dan mana yang bentukan agensi.

Kepribadian aslinya tegas, tapi disuruh jadi sosok yang doyan aegyo (bertingkah imut). Atau idol yang aslinya gesrek dan pecicilan, tapi ditampilkan sebagai sosok yang elegan ala-ala pangeran atau putri kerajaan. 

Akibatnya, idol bisa jadi merasa tidak nyaman karena tidak bisa jadi diri sendiri. Risiko lainnya tentu saja hujatan warganet karena apa yang dilakukan sang idol dirasa berlebihan, cari perhatian atau palsu.

Persona dan citra yang dibentuk agensi bisa juga karena menyesuaikan dengan konsep. Hal ini turut membangun imajinasi penggemar terhadap sosok idol tertentu. Namun, yang paling lazim adalah para idol sering diimajinasikan sebagai pacar/pasangan penggemar.

Kalau artis Indonesia atau Barat bisa dengan bebas pamer kemesraan dengan ayangnya, idol K-Pop tidak.

Idol K-Pop yang ketahuan pacaran, apalagi kalau dia adalah personel boy/girl group yang namanya lagi moncer, penggemarnya pasti mencak-mencak. 

Jangankan yang beneran pacaran, yang baru sebatas rumor aja bisa disikat. Yang pacaran siapa, yang ngamuk-ngamuk penggemar, kok bisa?

Itu karena banyak K-Poper menganut paham BIM (bias is mine), di mana mereka merasa memiliki sang idol. Makanya, kalau idolanya pacaran atau baru sebatas rumor, mereka merasa sudah dikhianati dan dibohongi.

Idol juga rentan dijadikan objek seksualisasi penggemar akibat persona dan citra yang ditampilkan. 

Yang mengkhawatirkan adalah ketika ada idol masih di bawah umur tapi dikasih konsep, lagu, koreografi atau kostum panggung yang terlalu dewasa untuk usianya.

Agensi ingin mengusung konsep sexy untuk boy/girl group besutannya, tapi tidak memperhatikan kalau di grup masih ada member yang di bawah umur. Member usia minor ini rentan sekali jadi objek seksualisasi penggemar yang berusia lebih tua. Malah creepy kan jadinya?

Tuntutan kerja idol K-Pop itu berat. Bukan hanya harus bisa menyanyi, menari dan menghibur penggemar, mereka juga harus berpenampilan menarik (bahkan dengan standar kecantikan ala Korea Selatan yang tidak masuk akal), diet ketat, menguasai public speaking, belajar bahasa asing, modeling dan harus bebas skandal. 

Tak peduli sekarang mereka sudah berubah jadi pribadi sebaik apa, kalau ketahuan punya masa lalu yang buruk, idol bisa dihujat habis-habisan. Bahkan tak jarang didesak untuk keluar dari grupnya.

Bayangkan, CWS tidak hanya mengusik keamanan, keselamatan dan ketenteraman hidup para idol, tapi juga mengatur kehidupan personal mereka. Bahkan, untuk soal sesepele jatuh cinta pada lawan jenis pun diatur.

Alih-alih merasa dicintai dan diapresiasi, para idol justru takut pada sasaeng. Para idol justru lebih suka dengan penggemar yang waras, sopan, menghargai privasi mereka dan memperlakukan mereka layaknya manusia pada umumnya.

Tujuan para sasaeng bertindak melampaui batas adalah untuk menarik perhatian sang idola. Harapannya, sang idola akan terus mengingat penggemar tersebut. Namun, diingat karena perbuatan buruk tentu tidak menyenangkan bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun