Ada juga yang lebih memilih untuk menjomlo seumur hidup daripada menikah dengan orang yang salah atau diribetkan dengan drama rumah tangga yang lebih ruwet dari Drama Korea. Hidup sudah berat, drama rumah tangga hanya bisa membuat mereka makin lelah, baik secara fisik, pikiran maupun mental.Â
Kestabilan Finansial yang Jauh dari HarapanÂ
Menikah juga bukan hanya butuh cinta. Kestabilan finansial menjadi hal yang sangat krusial.Â
Ini bukan soal sikap materialistis atau tidak percaya bahwa Tuhan menjamin rezeki setiap hamba. Bukan itu konteksnya.Â
Uang memang tidak bisa membeli segalanya, tapi segalanya butuh uang. Kebutuhan hidup setelah menikah tentu bertambah. Belum lagi biaya untuk membesarkan dan menyekolahkan anak yang semakin mahal, terutama di kota-kota besar.Â
Nah, masalahnya, berapa banyak milenial dan gen Z underprivileged yang penghasilannya di bawah UMR atau menjadi pengangguran?
Tekanan ekonomi dan kondisi finansial yang kembang kempis tentu akan membuat mereka berpikir berulang kali untuk memutuskan menikah dan punya anak.Â
Alasan Kesehatan Mental hingga LingkunganÂ
Childfree bukanlah pilihan yang lazim di masyarakat yang mayoritas menganut paham pro life. Selain tidak umum, childfree dinilai sebagai tindakan egois.Â
Terlepas dari pandangan miring masyarakat, tidak sedikit pasangan childfree yang punya alasan idealis.Â
Alam yang kian rusak, ancaman krisis pangan, energi dan air bersih, kualitas udara yang makin buruk, kesehatan mental dan sebagainya, adalah alasan-alasan yang membuat mereka tidak ingin kalau anak yang dilahirkan harus tinggal di dunia yang semakin rusak dan tidak aman.Â
Masalah ekonomi, kesehatan mental dan trauma masa kecil juga menjadi pertimbangan pasangan yang memutuskan untuk childfree karena takut kalau anak akan mengalami hal yang sama seperti yang pernah dialami orangtuanya.Â
Wasana KataÂ
Hubungan seks adalah hal yang penting (meski bukan yang utama) dalam pernikahan untuk meneruskan keturunan.Â