Sementara penganut pro choice meyakini bahwa menikah dan punya anak adalah pilihan. Tidak ada hubungannya dengan kodrat dan lebih dikaitkan dengan otoritas tubuh.Â
Saya tak hendak membawa dua pandangan tersebut pada perdebatan benar salah. Namun, bisakah kita melihat sisi-sisi lain di balik alasan terjadinya resesi seks? Â
Meningkatnya Usia Pernikahan
Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, sebagaimana dikutip dalam katadata.com menunjukkan sebanyak 33,30% pemuda Indonesia menikah untuk pertama kalinya pada usia 19-21 tahun.Â
Jika dirinci berdasarkan jenis kelaminnya, mayoritas laki-laki atau sebanyak 34,81% pertama kali menikah di usia 22-24 tahun sedangkan perempuan paling banyak menikah di usia 19-21 atau dengan persentase sebesar 36,73%.Â
Rentang usia tersebut masih terbilang muda untuk menikah jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Jepang, Korea Selatan atau beberapa negara di Eropa yang rata-rata penduduknya menikah di usia 30-an.Â
Perbedaan rata-rata usia pernikahan di tiap negara disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat, kesadaran masyarakat akan kesehatan reproduksi dan seksual serta kemajuan ekonomi suatu negara. Meningkatnya usia pernikahan inilah yang oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, dikatakan terjadi juga di Indonesia sehingga berpotensi memicu resesi seks.Â
Pergeseran Pandangan Soal Pernikahan
Salah satu alasan anak muda milenial dan gen Z menunda pernikahan (atau memilih tidak menikah) adalah karena pandangan mereka soal pernikahan yang lebih pragmatis dan rasional.Â
Meningkatnya kesadaran akan pendidikan dan keterbukaan akses informasi membuat mereka lebih dulu mengutamakan pendidikan, karier, hobi, kebahagiaan, kesejahteraan dan pengembangan diri dibandingkan menikah. Dan itu bukan pilihan yang egois.Â
Tidak semua yang enggan menikah karena tidak mampu berkomitmen pada hubungan jangka panjang.Â
Ada yang karena trauma dengan relasi pernikahan, misalnya mereka yang dari keluarga broken home dan sering menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga orangtuanya.Â
Kalaupun tetap menikah, trauma masa lalunya akan berdampak pada ikatan emosional dengan pasangan sehingga mempengaruhi minat untuk berhubungan seks.Â