Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Diplomasi Indonesia dalam Bayang-Bayang Kekosongan Duta Besar

1 Juli 2025   23:36 Diperbarui: 3 Juli 2025   05:03 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo | Dok. Setpres

Dalam lanskap diplomasi kontemporer, kedaulatan sebuah negara tidak semata diukur dari kekuatan militer atau ekonomi, melainkan juga dari kapasitas representasi diplomatiknya melalui kehadiran seorang duta besar. 

Indonesia, sebagai negara dengan posisi strategis di Asia Tenggara, saat ini menghadapi tantangan signifikan dengan kekosongan 12 Duta Besar (Dubes) di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) berbagai negara penting (lihat gambar).

Dok. Kompas.com
Dok. Kompas.com

Situasi ini tentunya bukanlah sekadar persoalan administratif, melainkan potensi risiko serius terhadap kepentingan nasional. Ketika sebuah negara membiarkan posisi diplomatiknya kosong, terutama di negara-negara kunci seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Korea Utara, negara itu secara tidak langsung melemahkan kapasitas negosiasi dan posisi strategisnya dalam percaturan global.

Walaupun analisis sebaliknya juga bisa terjadi. Misalnya, sebuah negara memutuskan mempertahankan kekosongan posisi Dubes di negara tertentu karena ada persoalan politis atau sebuah bentuk protes atas kebijakan di negara yang posisi dubesnya dikosongkan itu.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia sebenarnya mengambil langkah prosedural. Mekanisme Kemlu melalui penunjukan charge d'affaires ad interim memang dapat menjadi solusi sementara. 

Meski begitu, langkah itu tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran substantif seorang dubes. Seorang dubes tidak sekadar menjadi perpanjangan tangan birokrasi.  

Lebih dari itu, duta besar adalah seorang aktor kunci dalam membangun narasi diplomatis, membangun jejaring kepercayaan, dan menerjemahkan kepentingan nasional ke dalam konteks hubungan bilateral.

Joseph Nye, seorang pakar teori soft power, berpendang bahwa duta besar merupakan aktor kunci dalam membangun kepercayaan dan mempengaruhi kebijakan internasional melalui diplomasi persuasif (Nye, 2004). Kemampuan seorang duta besar untuk membangun narasi dan mempengaruhi persepsi lebih efektif daripada sekadar mekanisme birokrasi formal.

Sejak memimpin Indonesia 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo telah melantik 31 Duta besar Luar Biasa berkuasa Penuh (LBBP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun