Ancaman Presidwn Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menaikkan tarif impor China hingga 50% menandai babak baru dalam ketegangan perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Langkah ini tidak hanya mencerminkan kebijakan "America First" yang kembali diusung Trump, tetapi juga menggambarkan kompleksitas hubungan AS-China yang semakin rumit di tengah persaingan geopolitik global.
Keputusan Trump menerapkan tarif global minimum 10% yang kemudian direspon China dengan tarif balasan 34% telah memicu spiral proteksionisme yang mengkhawatirkan. Jika ancaman tarif 50% direalisasikan, importir AS akan menghadapi total tarif mencapai 104% untuk produk-produk China.Â
Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh kedua negara, tetapi juga ekonomi global secara keseluruhan.
Respon berbagai negara
Berbagai negara memberikan respon berbeda terhadap kebijakan tarif Trump. Kenyataan itu menguatkan dinamika kompleks dalam perdagangan internasional kontemporer.Â
Israel, misalnya, menyatakan kesediaan untuk mengeliminasi defisit perdagangannya dengan AS. Lalu, Uni Eropa (UE) melalui Ursula von der Leyen menawarkan kesepakatan zero-for-zero tariff sambil tetap mempertahankan opsi retaliasi.Â
Perbedaan respon ini mencerminkan realitas bahwa setiap negara memiliki kepentingan dan leverage yang berbeda dalam hubungannya dengan AS.
Reaksi pasar global terhadap ketegangan ini sangat signifikan. Kejatuhan tajam berlangsung di bursa-bursa Asia. Bursa Hang Seng Hong Kong mencatat penurunan terbesar sejak 1997
Penurunan itu menunjukkan kekhawatiran investor terhadap dampak perang dagang. Volatilitas pasar ini bukan hanya mencerminkan kekhawatiran jangka pendek, tetapi juga ketidakpastian fundamental tentang masa depan perdagangan global.
China, sebagai target utama kebijakan Trump, menghadapi dilema besar. Di satu sisi, Beijing perlu mempertahankan kredibilitas dan kepentingan ekonominya.Â
Di sisi lain, eskalasi konflik dapat merugikan sektor manufaktur China yang sangat bergantung pada pasar AS. Tuduhan "penindasan ekonomi" yang dilontarkan China terhadap AS menunjukkan bahwa konflik ini telah melampaui dimensi ekonomi dan memasuki ranah persaingan ideologis dan geopolitik.