Kebijakan Trump yang mengaitkan tarif dengan defisit perdagangan dan utang AS sebesar $36 triliun dapat dianggap terlalu simplistik tentang perdagangan internasional.Â
Perkembangan selama ini menjelaskan bahwa defisit perdagangan tidak selalu mencerminkan ketidakadilan. Defisit itu juga menunjukkan pola spesialisasi dan keunggulan komparatif dalam rantai pasok global yangvtelah terbentuk hingga saat ini.
Transformasi ekonomi global
Dalam konteks yang lebih luas, eskalasi perang dagang ini terjadi di tengah transformasi tatanan ekonomi global. Pandemi COVID-19 telah mengakselerasi tren deglobalisasi dan mendorong negara-negara untuk memikirkan ulang ketergantungan mereka pada rantai pasok global, khususnya yang terpusat di China.
Tantangan ke depan adalah bagaimana komunitas internasional dapat mencegah spiral proteksionisme yang dapat mengancam pemulihan ekonomi global. Dialog multilateral dan penguatan institusi perdagangan internasional, seperti WTO, menjadi semakin penting, meskipun efektivitasnya sering dipertanyakan.
Bagi negara-negara berkembang, situasi ini menciptakan tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, gangguan pada perdagangan global dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mereka.Â
Namun di sisi lain, realignment rantai pasok global dapat membuka peluang baru untuk diversifikasi mitra dagang dan pengembangan kapasitas industri domestik.
Eskalasi perang dagang AS-China bukan semata konflik tarif, tetapi mencerminkan pergeseran fundamental dalam tatanan ekonomi global. Keberhasilan mengelola ketegangan ini akan sangat tergantung pada kemampuan kedua negara untuk menemukan keseimbangan antara kepentingan nasional dan stabilitas ekonomi global.Â
Tanpa pendekatan yang lebih terukur dan multilateral, dunia berisiko terperangkap dalam spiral proteksionisme yang dapat mengancam dekade kemajuan dalam integrasi ekonomi global selama ini.
Sumber:
https://www.bbc.com/news/articles/c8rgkkl7v8lo