Lebih jauh lagi, kebijakan ini berpotensi memicu retaliasi atau balas dendam dari negara-negara yang terkena dampak. China telah membalas dengan mengenakan tarif 10-15% pada produk pertanian AS.
Lalu, Uni Eropa juga mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$28 miliar. Eskalasi perang dagang ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
Langkah Indonesia
Indonesia perlu mengambil langkah strategis dalam menghadapi situasi ini. Pertama, diversifikasi pasar ekspor menjadi semakin penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS.Â
Kedua, peningkatan daya saing produk melalui inovasi dan efisiensi produksi harus menjadi prioritas. Ketiga, penguatan kerja sama ekonomi regional, terutama melalui ASEAN dan kerja sama bilateral dengan negara-negara non-AS, dapat membantu memitigasi dampak perang dagang.
Meskipun Trump mengklaim kebijakan ini akan menguntungkan AS, pengalaman dari perang dagang sebelumnya menunjukkan bahwa proteksionisme seringkali kontraproduktif dalam jangka panjang.Â
Moody's Analytics, misalnya, memperkirakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% dan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan dalam beberapa tahun ke depan.
Di tengah situasi ini, pendekatan multilateral diperlukan untuk menyelesaikan ketegangan perdagangan global. Forum-forum internasional, seperti G20 dan WTO, harus berperan lebih aktif dalam memediasi konflik dan mendorong dialog konstruktif antara negara-negara yang terlibat.Â
Tanpa resolusi yang efektif, perang dagang ini berisiko menciptakan fragmentasi ekonomi global yang merugikan semua pihak.
Sumber:Â