Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Populisme Prabowo Lewat Makan Siang dan Susu Gratis

7 Februari 2024   15:27 Diperbarui: 8 Februari 2024   09:13 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres no urut 2 Prabowo Subianto dalam debat kelima Pilpres 2024 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra via KOMPAS.com)

Pada sebuah debat paska-debat calon presiden (capres), seorang politisi PDI Perjuangan berkomentar soal ketiga capres menawarkan tiga hal berbeda.

Prabowo menawarkan makan siang dan susu gratis, Ganjar menjanjikan internet gratis, dan Anies memberikan cerita gratis. 

Walaupun terdengar bergurau, tapi jawaban Adian itu sebenarnya menjelaskan bahwa ketiga capres memiliki kecenderungan memakai populisme untuk menarik perhatian dan suara rakyat pemilih pada pilpres 2024. 

Populisme Prabowo tampak pada program makan siang dan susu gratis dan Ganjar di internet gratis. 

Sedangkan Anies tampaknya tidak menjanjikan sesuatu yang menjadi kebutuhan rakyat kebanyakan. 


Janji calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar soal BBM gratis tampaknya tidak disetujui dan hilang begitu saja di berbagai kesempatan debat atau kampanye capres dan cawapres nomer satu.

Prabowo

Populisme ternyata menarik perhatian calon presiden (capres) Prabowo Subianto pada pemilihan presiden (pilpres) 2024. 

Melalui program pemberian makan siang dan susu gratis, Prabowo berusaha menarik simpati dan perhatian publik lewat janji-janji spektakuler dan manis yang secara langsung menyentuh kepentingan dan emosi pemilih.

Pada pilpres 2024, capres Prabowo Subianto kembali menggunakan strategi populisme untuk meningkatkan elektabilitasnya.

Salah satu program andalannya adalah janji memberikan makan siang dan susu gratis bagi pelajar dan masyarakat kurang mampu jika terpilih nanti. 

Program ini diumumkannya dalam beberapa kesempatan kampanye dengan tujuan meraih dukungan pemilih dari kelas menengah bawah. 

Langkah Prabowo ini sejalan dengan taktik populistik yang kerap digunakan para politisi, yaitu menggunakan janji-janji manis dan muluk yang berpotensi menyulut emosi massa untuk meraih dukungan (Mietzner, 2022). 

Dengan mengetengahkan isu sepele, seperti makan siang gratis, yang sangat dekat dengan kepentingan sehari-hari warga miskin, Prabowo berupaya membangun citra dirinya sebagai sosok pemimpin yang paling memahami dan peduli terhadap nasib rakyat kecil.

Strategi serupa pernah digunakan sejumlah kandidat populis di negara lain, termasuk mantan presiden AS Donald Trump yang menjanjikan pembangunan tembok produk domestik, maupun mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang sukses meraih dukungan massif lewat skema pinjaman dan asuransi pertanian murah. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menggunakan tawaran program-program populis melalui berbagai kartu pintar dan bantuan sosial. 

Kenyataan bahwa kebijakan-kebijakan populisme itu masih dijalankan hingga akhir pemerintahan Jokowi ternyata membuahkan tingginya tingkat kepuasan masyarakat kepada pemerintah. 

Fenomena tingginya tingkat kepuasan masyarakat itu tampaknya menarik perhatian Prabowo sebagai salah satu capres. 

Apalagi faktor itu diyakini Prabowo dan pendukungnya juga mengindikasikan ceruk suara pendukung Jokowi pada pilpres 2024.

Dengan harapan memperoleh limpahan suara dari pendukung Jokowi, Prabowo dapat dikatakan memberikan janji-janji populis. 

Yang menarik adalah pilpres 2024 merupakan partisipasi Prabowo yang ketiga kalinya sebagai capres.

Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com
Populisme 2019 dan 2014

Strategi populis ala Prabowo pada 2024 ini seperti meneruskan populisme versi pemilu sebelumnya, khususnya 2019. 

Analisis Mietzner (2019) mengungkapkan bahwa Prabowo memang dikenal sering menggunakan populisme secara kentara —seperti janji manis dan muluk yang sulit ditepati— yang khas politisi oportunis demi meraih kemenangan pemilu.

Gaya populisme Prabowo memang terbilang cukup klasik, yakni dengan membuat janji-janji spektakuler yang langsung menyentuh kebutuhan hidup sehari-hari kelas menengah bawah guna meraup dukungan. 

Basis massanya pun hampir sama, yakni menyasar konstituen mayoritas dari kelompok nasionalis-religius yang cenderung tertutup dan mudah terpancing isu-isu sensitif pada pilpres 2019 lalu.

Kecenderungan populisme kanan (right wing) Prabowo pada pilpres 2019 tampaknya berbeda dengan pada pilpres 2024. 

Pada pilpres 2019, Prabowo cenderung kerap menyulut sentimen anti-asing, proteksionisme ekonomi, hingga superioritas identitas tertentu—yang rawan dimanfaatkan politisi populis sayap kanan.

Selain itu, kecenderungan populisme Prabowo pada pilpres 2019 dianggap mengobarkan populisme kanan ini dan berisiko menggerus toleransi dan keberagaman yang selama ini menjadi kekuatan demokrasi Indonesia. 

Apalagi, karakter Prabowo pada berbagai kampanye pilpres 2019 dikenal emosional dan terkesan anti-status quo, maka dikhawatirkan janji-janji populisnya akan kian bertambah ekstrim dan provokatif menjelang hari pemungutan suara 2019.

Populisme Prabowo pada pilpres 2024 sangat berbeda dengan pada pilres 2019.

Kecenderungan populisme kanan dan karakter emosional sudah jauh berkurang. Pada berbagai kampanye dan debat, kecenderungan nasionalisme dan pemihakan kepada rakyat kecil semakin menjadi stempel atau branding bagi Prabowo pada pilpres 2024.

Menurut Kaltwasser (2021), "janji-janji manis nan sepele inilah yang justru paling ampuh dalam menarik dukungan publik ketimbang berbagai debat soal kebijakan kompleks." Bukan berarti program tersebut pasti berjalan baik jika benar-benar diimplementasikan, namun janji-janji manis itu memang sangat dinantikan masyarakat pemilih.

Yang terpenting adalah efek euforia dan harapan sesaat yang mampu diciptakannya di benak massa pemilih yang rentan menjadi sasaran utama bagi para politisi populis, termasuk capres Prabowo. 

Kenyataan tersebut menjadi gambaran nyata mengenai kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berkutat pada kebutuhan primer. 

Tantangan

Lebih lanjut, kenyataan mengenai program-program populis calon presiden juga mencerminkan bahwa demokrasi Indonesia masih dangkal dan rentan terhadap politik uang serta populisme semata demi meraih kemenangan pada berbagai pemilihan umum di Indonesia, baik pilpres, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). 

Risiko populisme calon presiden memang tidak bisa dihilangkan begitu saja, apalagi ketika kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar masyarakat pemilih memang membutuhkan kebijakan-kebijakan populis itu. 

Alih-alih berdebat program strategis dan solutif, para kandidat presiden cenderung bersaing menjanjikan program-program populis instant demi membeli suara rakyat sesaat. 

Setahu saya, tidak ada larangan bagi para capres dan cawapres menjanjikan program-program populis. 

Namun demikian, kondisi ini tentu saja tidak sehat bagi demokrasi Indonesia ke depannya. 

Oleh karena itu, upaya mengurangi populisme mungkin menjadi tugas kita semua. Terlalu mahal jika kondisi itu diserahkan begitu saja kepada para politisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun