Anak tidak perlu terburu-buru menyelesaikan worksheet karena sebentar lagi ada agenda selanjutnya yang sudah menanti. Ketika anak masih suka pembahasan tema tertentu, dia bisa mendalaminya lebih lama.
Bila perlu sampai dia bosan, baru kita berpindah ke materi berikutnya. Biarkan anak fokus pada proses pembelajarannya, bukan pada asal tuntas, beres, selesai.
Ketika anak mendapatkan ruang dan waktu yang leluasa, dia bebas untuk belajar dengan caranya sendiri dengan lebih kreatif dan mandiri.
Anak homeschooling terbiasa untuk mengerjakan proyek dan bereksperimen di waktu-waktu tak terduga. Hari libur dan jam istirahat sudah biasa mereka jadikan kesempatan untuk belajar.
Nah, di sinilah peran orang tua untuk mengamati perkembangan anak di segala aspek, mulai kemampuan berpikir kritis, keterampilan sosial, dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan inilah yang membuat anak belajar memahami dan mengaplikasikan apapun yang sudah mereka pelajari. Bukan sekadar menghafalkan teori, ujian, lalu selesai begitu saja.
Dari sinilah proses pembelajaran dievaluasi. Salah satunya dengan cara orang tua membuatkan portofolio atau refleksi diri sebagai pengganti rapor.
Setelah menjalaninya, ternyata saya menyukai sistem pendidikan informal semacam ini. Anak pun merasa enjoy dalam belajar. Tanpa ada tekanan, tidak mengurangi semangatnya untuk mempelajari dan mengeksplorasi banyak hal di sekelilingnya.
Saya yakin, ketika anak merasa santai dan enjoy dalam proses belajar, ini akan berdampak pada kesehatan mental dan kecerdasannya kelak.
Adakah di antara teman-teman yang juga memutuskan homeschooling buat anak-anaknya? Bolehlah tulis di komentar supaya kita bisa sharing pengalaman :)