Bisa dibilang, berangkat dari berbagai keresahan di atas, saya mulai berhenti mengeluh. Pada saat memiliki anak usia dini, lebih tepatnya. Saya merasa sudah bukan lagi saatnya saya mengeluhkan dan mempertanyakan dunia pendidikan yang begini dan begitu.
Saya sadar, mau mengeluh bagaimana pun, program yang dicanangkan kementerian pendidikan berjalan terus. Pertanyaannya, mau ikut serta atau tidak.
Dan jawaban saya adalah TIDAK.
Ketidaknyamanan dan keresahan dalam dunia pendidikan tak cukup kalau kita hanya mengeluhkan saja, pun mempertanyakan kinerja pemerintah dan guru. Kalau merasa tidak puas dengan sistem yang ada, solusi ya memberikan pendidikan untuk anak sendiri. Tak ada cara lain.
Jadi ketika saya merasa tidak puas dengan sistem pendidikan yang dulu saya peroleh dan belum menemukan sekolah yang cocok untuk anak saya, untuk saat ini saya memilih homeschooling.
Tulisan ini hanya opini pribadi. Bersifat sekadar sharing pengalaman, tanpa bermaksud menyinggung atau pun merendahkan pihak mana pun. Tidak juga mengajak pembaca untuk mengikuti jejak saya.
Bicara tentang sekolah (formal) maupun tidak, sebenarnya itu hanya soal pilihan. Tak jauh berbeda ketika kita memutuskan, mau menyekolahkan anak di sekolah negeri atau swasta, di dalam atau di luar kota, berbasis agama atau nasional saja, seperti itu. Maka, belajar di rumah pun sebenarnya juga pilihan. Saya pernah membahasnya di sini.
Karena anak saya masih usia dini, tentu tidak ada yang namanya ujian. Apalagi anak homeschooling. Namun, bukan berarti homeschooling itu tidak memiliki tantangan. Tetap ada. Kapan-kapan saya akan bahas tantangan ini di tulisan yang lain.
Ketika memutuskan homeschooling menjadi wadah pembelajaran anak, saya bisa menyesuaikan antara materi pelajaran dan kecepatan anak dalam menyerapnya.