Ketakutan terhadap ulat bulu yang digambarkan F. Rahardi bukan sekadar masalah ekologi, melainkan cermin betapa bangsa ini mudah dikuasai rasa takut. "Fobia terhadap apa pun pada akhirnya akan merugikan si penderita. Terlebih bila fobia itu terjadi secara massal dan berkepanjangan seperti di republik hantu ini." Fenomena ini serupa dengan rasa takut para pemimpin: takut dimakzulkan, takut reshuffle, hingga takut kehilangan kekuasaan.
Lebih jauh, kasus pagar laut ilegal di pesisir Tangerang memperlihatkan sandiwara hukum. Editorial Tempo menyebut penyidikan semestinya tidak rumit karena melibatkan banyak orang dan dokumen. Namun, yang terjadi justru tarik-menarik kepentingan antar lembaga hingga publik semakin apatis. "Semrawutnya penanganan kasus ini akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.". Kasus pagar laut bukan lagi sekadar pagar, melainkan ujian serius bagi kredibilitas negara.
Akhirnya, krisis etika dan keteladanan semakin nyata. Budiman Tanuredjo menegaskan, sumpah dan etika kini tinggal teks mati. Reformasi 1998 yang dulu menuntut penegakan hukum, keadilan ekonomi, dan hilangnya KKN, kini seolah kehilangan roh. "Soal krisis keteladanan rasanya itulah kenyataan yang ada.". Kita kehilangan sosok pemimpin teladan, sementara elite politik sibuk dengan kepentingannya sendiri.
Tiga artikel ini berpadu menjadi satu pesan: bangsa ini tengah dilanda krisis multidimensi rasa takut, lemahnya penegakan hukum, dan hilangnya keteladanan. Jalan keluar hanya dapat ditemukan jika masyarakat berani bersikap kritis, pemerintah bertindak tegas, dan para elite kembali menghidupkan sumpah serta etika, bukan sekadar menjadikannya teks mati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI