Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

"Mardang" dalam Sistem Pertanian Tradisional Pakpak di Tengah Krisis Ketahanan Pangan Modern

7 Oktober 2025   16:42 Diperbarui: 7 Oktober 2025   16:42 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, sebagaimana negara-negara agraris lainnya, mengalami tekanan yang makin berat terkait penyediaan dan stabilitas pangan. Krisis iklim menyebabkan cuaca ekstrem, kekeringan, atau hujan yang tak menentu, yang mempengaruhi produktivitas padi dan tanaman pangan lainnya. 

Kompas.id melaporkan bahwa perubahan iklim potensial menurunkan produksi padi di beberapa wilayah hingga jutaan ton, sementara lahan pertanian tradisional juga terancam karena kekeringan (Kompas.id).

Selain itu, masalah impor pangan, fluktuasi harga pupuk, dan logistik distribusi yang masih lemah makin memperlihatkan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal memproduksi cukup, tapi juga tentang menjaga keberlanjutan sistem pertanian kecil dan tradisional.

Dalam banyak kasus, petani kecil tak memiliki akses penuh ke alat modern atau modal besar; mereka kelebihan risiko ketika terjadi gangguan, seperti kenaikan harga pupuk atau transportasi.

Dalam konteks itulah Mardang menjadi sangat relevan. Karena melalui gotong royong, petani bisa mengurangi biaya tenaga kerja, mempercepat pengerjaan lahan, dan memupuk solidaritas yang memungkinkan berbagi risiko. 

Tradisi seperti ini menyediakan jaring pengaman sosial yang tak terlihat dalam statistik nasional, tapi sangat terasa dalam kehidupan nyata.

Tantangan modern: Apakah Mardang mampu bertahan dan beradaptasi?

Walau Mardang punya banyak kelebihan, bukan berarti tradisi ini tak menghadapi tantangan. Modernisasi, urbanisasi, dan migrasi penduduk muda ke kota membuat banyak tenaga kerja tradisional berkurang. 

Generasi muda kadang kurang tertarik ikut kerja di sawah, lebih memilih pekerjaan yang menawarkan pendapatan cepat atau nyaman.

Teknologi pertanian modern dengan alat berat makin menggantikan tenaga manusia. Di satu sisi hal ini efisien, tetapi juga dapat membuat kerja tradisional ikut tergilas jika nilai sosial dan kulturalnya tidak diperhitungkan. 

Juga, perubahan pola hidup dan konsumsi: pangan modern, makanan instan, serta nilai materialisme dapat mengurangi rasa urgensi untuk tetap menjaga tradisi komunitas seperti Mardang.

Sementara itu, kebijakan pemerintah seringkali lebih fokus pada skala besar: subsidi pupuk, pangan pokok, produksi massal, pembangunan irigasi modern, dan ekspor impor. Kurang banyak yang diarahkan kepada penguatan tradisi lokal dan praktik-praktik agraris yang bersifat komunitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun