Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Pelleng di Menu MBG: Gizi, Doa, dan Kearifan Lokal dari Subulussalam

6 Oktober 2025   11:08 Diperbarui: 6 Oktober 2025   21:00 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelleng makanan khas Pakpak di Subulussalam. (Dokumen Pribadi/Julianda Boang Manalu)

Kini, meskipun perang telah menjadi bagian masa lalu, makna Pelleng tetap relevan. Ia menjadi simbol doa dan harapan dalam setiap momen kehidupan, seperti kelahiran, kelulusan, pernikahan, dan keberangkatan merantau. 

Dengan kata lain, Pelleng adalah "makanan spiritual" yang menyatukan aspek fisik dan batin, tubuh dan jiwa. Ketika disajikan dalam konteks pendidikan, makna ini menjadi amat penting. 

Anak-anak yang makan Pelleng bukan hanya menerima energi dari makanan, tetapi juga mewarisi nilai semangat, keberanian, dan kebersamaan.

Menjadikan Pelleng bagian dari menu MBG berarti juga menanamkan pendidikan karakter melalui makanan. Anak-anak akan belajar bahwa makanan bukan sekadar konsumsi, tetapi juga cermin identitas budaya. 

Mereka akan memahami bahwa daerah mereka punya makanan sehat dan bermakna, tidak kalah dengan menu nasional atau makanan cepat saji modern. Dengan demikian, program MBG dapat berfungsi ganda: memberi gizi dan menumbuhkan rasa cinta pada warisan lokal.

Dalam konteks sosial, mengenalkan Pelleng di sekolah juga menjadi cara halus untuk menghidupkan kembali kearifan pangan lokal yang mulai tergeser oleh makanan instan. Banyak anak sekarang lebih mengenal mi instan daripada makanan tradisional. 

Padahal, di balik makanan lokal seperti Pelleng, tersimpan sejarah, kearifan, dan resep hidup sehat yang diwariskan turun-temurun. Menghidangkan Pelleng di sekolah berarti juga membuka ruang dialog budaya antara generasi muda dan tradisi nenek moyang mereka.

Lebih dari itu, Pelleng mengajarkan bahwa doa bisa hadir di atas meja makan. Dalam tradisi Pakpak, setiap penyajian Pelleng selalu diawali dengan niat baik dan doa bersama. 

Nilai ini bisa ditransfer dalam konteks pendidikan karakter di sekolah: anak-anak diajarkan untuk bersyukur atas makanan yang mereka terima, memahami prosesnya, serta menghargai kerja keras petani, ibu, dan masyarakat yang menyiapkannya. Ini adalah bentuk edukasi rasa dan nurani yang tidak kalah penting dari pendidikan formal.

Dari Subulussalam untuk Indonesia

Pelleng dari Subulussalam adalah contoh nyata bagaimana pangan lokal bisa menjadi solusi nasional. Ia lahir dari tanah yang subur, disusun dari bahan-bahan sederhana, dan dibentuk oleh nilai-nilai budaya yang luhur. 

Dalam setiap gundukan nasi lembut berwarna kuning itu, tersimpan filosofi hidup, semangat, dan doa. Bila program Makan Bergizi Gratis ingin benar-benar mencerminkan keberagaman Indonesia, maka Pelleng layak mendapat tempat di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun