Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menguji Kualitas Komunikasi Pejabat Publik

4 September 2025   08:05 Diperbarui: 3 September 2025   23:17 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar. (Foto: Dok. Kemenag via detik.com)

Beberapa waktu terakhir publik kembali dihebohkan dengan pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Dalam sebuah acara di UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, pada 3 September 2025, ia mengatakan bahwa seorang guru harus "suci di langit, suci di bumi. Kalau tidak sanggup, lebih baik serahkan mandatnya." 

Ucapan itu cepat sekali menyebar di media sosial, menimbulkan ragam tafsir, dan akhirnya menuai kritik dari para guru serta masyarakat luas. Tidak lama setelah itu, sang menteri menyampaikan permintaan maaf dan klarifikasi bahwa maksudnya berbeda dari apa yang ditangkap publik.

Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Sejumlah pejabat publik di Indonesia, termasuk Presiden Prabowo Subianto, pernah mengakui kelemahan dalam strategi komunikasi pemerintah. Bahkan, Prabowo pada 150 hari pertama pemerintahannya secara terbuka menyebut komunikasi sebagai salah satu titik lemah utama dalam kepemimpinan. Kesadaran ini seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki cara menyampaikan pesan agar tidak terus menimbulkan kegaduhan.

Namun, pola yang berulang justru menunjukkan bahwa masalah komunikasi pejabat belum benar-benar tertangani. Publik seringkali melihat pola yang sama: seorang pejabat menyampaikan ucapan yang dianggap tidak sensitif, kemudian viral di media sosial, lalu diakhiri dengan klarifikasi dan permintaan maaf. Siklus ini seolah sudah menjadi tradisi yang sulit diputus.

Pertanyaannya, apakah masalah ini sekadar disebabkan oleh kesalahan individu dalam berbicara? Atau sebenarnya ada persoalan lebih mendasar dalam cara pemerintah mengelola komunikasi publik? Kita perlu melihat lebih jauh, karena komunikasi sejatinya adalah bagian dari kepemimpinan, bukan sekadar pelengkap.

Kisah pernyataan Menteri Agama ini akhirnya menjadi pintu masuk untuk menguji kualitas komunikasi pejabat publik kita. Apakah mereka sudah siap menghadapi tuntutan zaman yang serba cepat, transparan, dan penuh sorotan media sosial? Atau mereka masih terpaku pada gaya komunikasi lama yang kurang menimbang sensitivitas publik?

Komunikasi sebagai Jantung Kepemimpinan

Komunikasi dalam politik dan pemerintahan tidak pernah bisa dipisahkan dari kualitas kepemimpinan. Seorang pemimpin mungkin memiliki kebijakan yang bagus, namun tanpa komunikasi yang jelas, tepat, dan meyakinkan, kebijakan tersebut bisa kehilangan makna di mata masyarakat. Dalam konteks ini, komunikasi bukan hanya instrumen, melainkan jantung dari kepemimpinan itu sendiri.

Kita bisa melihat contoh dari tokoh dunia yang berhasil menjaga wibawa lewat komunikasi. Barack Obama, misalnya, dikenal sebagai orator ulung yang mampu menggerakkan emosi rakyatnya melalui pidato-pidato yang terstruktur, penuh empati, dan dekat dengan realitas sehari-hari. 

Demikian juga Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, yang berhasil menenangkan rakyatnya saat menghadapi tragedi penembakan Christchurch pada 2019. Ardern tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga dengan bahasa yang penuh kasih, yang kemudian membangun citra kuat atas kepemimpinannya.

Sebaliknya, ada banyak contoh pemimpin di berbagai negara yang gagal menjaga ucapan mereka. Kesalahan dalam komunikasi bisa memicu krisis politik, bahkan menggoyahkan kepercayaan rakyat. Di era digital, satu kalimat yang salah bisa dengan cepat menyebar ke jutaan orang dan mengubah opini publik hanya dalam hitungan menit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun