Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ujian Calon Mertua, Perlu Gak Sih?

23 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 28 Agustus 2025   14:54 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi calon mertua dan menantu (SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com)

Dalam logika ini, ujian justru menjadi filter untuk memastikan pasangan anak benar-benar siap menghadapi dinamika rumah tangga.

Namun, tidak sedikit pula yang menilai ujian calon mertua sebagai bentuk toxic control. Orangtua terlalu ikut campur dalam urusan pribadi anak, sehingga hubungan malah jadi terhambat.

Alih-alih melindungi, orangtua justru merusak. Inilah yang sering jadi perdebatan di era sekarang, ketika batas antara proteksi dan kontrol semakin tipis.

Media sosial memperkuat perdebatan ini. Kasus Soimah, misalnya, memicu pro dan kontra yang luar biasa. Sebagian netizen memuji ketegasannya sebagai orangtua, sementara yang lain mengkritiknya karena dianggap membuat trauma.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa relevansi ujian calon mertua memang sangat kontekstual, tergantung bagaimana cara melakukannya.

Di zaman digital, ujian calon mertua juga bisa hadir dalam bentuk baru. Tidak lagi sekadar wawancara di ruang tamu, tetapi juga stalking media sosial calon menantu.

Orangtua bisa menilai dari postingan Instagram, komentar di Twitter, hingga isi status WhatsApp. Jadi, meskipun anak merasa orangtuanya tidak menguji, sebenarnya tes sedang berjalan di balik layar.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinamika generasi. Generasi orangtua mungkin lahir di masa ketika restu keluarga mutlak. Sementara generasi sekarang cenderung lebih individualis, melihat hubungan sebagai pilihan pribadi. Pertemuan dua paradigma inilah yang sering menimbulkan benturan, seperti terlihat dalam kasus viral.

Meski begitu, banyak orang tetap merasa ujian calon mertua ada gunanya. Setidaknya, pasangan yang diuji akan lebih siap menghadapi realitas bahwa pernikahan bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang keluarga besar. Ujian ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengenal dinamika keluarga lebih jauh, meskipun risikonya kadang bikin grogi setengah mati.

Dengan demikian, relevansi ujian calon mertua di zaman now bukan soal perlu atau tidak perlu, tetapi soal bagaimana cara melakukannya. Jika dikemas dengan bijak, ujian bisa menjadi proses menyenangkan dan penuh makna. Sebaliknya, jika dilakukan dengan ketus atau berlebihan, ujian justru bisa menjadi batu sandungan yang merusak hubungan.

Sebuah Refleksi 

Kalau kita tarik garis besar, ujian calon mertua itu ibarat sambal di meja makan. Ada yang level satu, ada yang level sepuluh. Kalau kebetulan kita dapat yang level rendah, mungkin masih bisa senyum-senyum. Tapi kalau langsung disuguhi level super pedas, siap-siap saja keringat bercucuran dan air mata keluar. Begitu juga dengan mertua, ada yang ramah dan hangat, ada pula yang killer sejak pertemuan pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun