Tapi jika ditangani dengan serius, ini bisa menjadi momentum untuk melakukan pembenahan besar-besaran.
Bobby memiliki modal politik dan dukungan publik yang relatif besar. Ia juga punya akses langsung ke pusat kekuasaan. Itu semua bisa menjadi kekuatan untuk melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh di Sumut.Â
Tapi untuk melakukan itu, ia harus siap mengambil risiko. Risiko untuk bersikap tegas, bahkan kepada orang-orang yang selama ini berada di lingkaran dalamnya.
Reformasi birokrasi tidak cukup hanya dengan mencopot pejabat yang ditangkap. Lebih penting dari itu adalah memperbaiki sistem. Membuat pengadaan proyek benar-benar terbuka dan transparan.Â
Melibatkan masyarakat sipil dalam proses evaluasi anggaran. Memberikan ruang bagi media dan lembaga antikorupsi untuk melakukan pengawasan.
Dalam konteks ini, Bobby tidak hanya diuji secara hukum, tetapi juga secara moral dan politik. Ia diuji apakah benar-benar mampu menjadi pemimpin yang bersih, atau hanya pemimpin yang kelihatan bersih.Â
Karena publik tidak lagi puas dengan kata-kata dan pencitraan. Mereka ingin melihat bukti nyata: perubahan.
Sumatera Utara adalah provinsi dengan potensi besar. Tapi potensi itu tidak akan berarti jika terus dikorupsi oleh birokrat rakus. Bobby punya kesempatan untuk menjadi bagian dari solusi. Tapi ia juga berisiko menjadi bagian dari masalah, jika tidak segera mengambil sikap tegas.
Akhirnya, semua kembali kepada Bobby. Apakah ia akan membiarkan dirinya terseret lebih dalam ke dalam pusaran ini? Ataukah ia akan menjadikan badai ini sebagai bahan bakar untuk membakar korupsi dan menyelamatkan Sumut dari lingkaran setan birokrasi kotor?
Bukan publik yang memutuskan. Bukan pula media. Tapi sejarah yang akan mencatat. Dan sejarah, sebagaimana kita tahu, tidak pernah berbohong.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI