Langkah-langkah konkret:
- Menyusun modul pendidikan anti-kekerasan dan kesetaraan gender berbasis konteks lokal.
- Melatih guru dan tenaga pendidik agar mampu mengajarkan konsep gender secara kritis dan tidak bias.
- Mengintegrasikan topik-topik seperti "relasi sehat", "bentuk kekerasan berbasis gender", dan "toxic masculinity" dalam pelajaran PPKn, BK, dan IPS.
Contoh praktik baik: Program "Sekolah Ramah Gender" yang dikembangkan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan penurunan signifikan dalam kasus perundungan berbasis gender di sekolah.
2. Peran Media sebagai Agen Transformasi
Media perlu memainkan peran bukan hanya sebagai pengkritik, tetapi juga sebagai agen perubahan budaya. Narasi alternatif yang menampilkan laki-laki sebagai sosok yang emosional, suportif, dan egaliter penting untuk menggeser definisi maskulinitas ke arah yang lebih sehat.
Strategi yang dapat ditempuh:
- Kampanye media sosial dan televisi yang menampilkan model maskulinitas positif.
- Mendorong produsen konten, influencer, dan sineas muda untuk mengangkat cerita relasi setara dan antikekerasan.
- Kolaborasi dengan lembaga sensor dan KPI untuk mengawasi representasi gender dalam tayangan publik.
Inisiatif seperti kampanye #LakiLakiBaru dan #MasculinityRedefined menjadi contoh gerakan digital yang mulai memengaruhi cara berpikir generasi muda.
3. Keterlibatan Aktif Laki-Laki dalam Gerakan Kesetaraan
Transformasi gender tidak akan tercapai jika hanya diperjuangkan oleh perempuan. Laki-laki perlu dilibatkan sebagai mitra, bukan sebagai lawan, dalam upaya menciptakan relasi yang bebas kekerasan.
Upaya yang dapat dilakukan:
- Mendorong komunitas laki-laki (sekolah, kantor, organisasi keagamaan) untuk membuat ruang diskusi kritis soal maskulinitas.
- Pelatihan dan pembentukan jaringan paralegal laki-laki yang pro-kesetaraan gender.
- Pendekatan berbasis komunitas dan tokoh agama dalam mendefinisikan ulang peran laki-laki secara positif.
Program global seperti MenEngage dan HeForShe telah berhasil mengajak laki-laki di berbagai negara untuk mengambil peran aktif dalam isu gender---dan dapat diadaptasi dalam konteks lokal Indonesia.
4. Reformasi Kebijakan dan Penegakan Hukum Berbasis Gender