Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Maskulinitas Toksik dan Kekerasan

15 Juni 2025   08:07 Diperbarui: 15 Juni 2025   20:52 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi maskulinitas toksik. (Sumber: (KOMPAS.COM/Shutterstock))

Maskulinitas Toksik dan Kekerasan

Oleh: Julianda Boang Manalu

"Dampak dari maskulinitas toksik sangat luas---tidak hanya bagi perempuan dan anak yang menjadi korban langsung, tetapi juga bagi laki-laki sebagai pelaku dan bagi masyarakat secara keseluruhan. Trauma, siklus kekerasan antargenerasi, dan relasi sosial yang tidak setara adalah sebagian dari konsekuensi yang terus menghambat upaya menuju masyarakat yang adil dan setara."

Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih menjadi masalah sosial yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya. 

Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) mencatat bahwa satu dari dua anak mengalami kekerasan emosional, dan sembilan dari seratus anak menjadi korban kekerasan seksual.

Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan tingginya prevalensi kekerasan, tetapi juga mengungkapkan kompleksitas dan keterkaitan berbagai faktor sosial, budaya, dan psikologis yang mendasarinya.

Selama ini, diskursus mengenai kekerasan berbasis gender di Indonesia lebih banyak berfokus pada aspek hukum, perlindungan korban, atau pentingnya sistem pelaporan.

Namun, belum banyak yang menyoroti akar struktural dari kekerasan ini, yakni konstruksi sosial yang membentuk pola pikir dan perilaku pelaku kekerasan, khususnya laki-laki. 

Salah satu aspek penting yang perlu dikaji secara lebih mendalam adalah maskulinitas toksik---sebuah bentuk ekspresi identitas laki-laki yang dibangun atas dasar dominasi, kekuasaan, dan represi emosional.

Maskulinitas ini kerap dilegitimasi oleh norma-norma sosial, budaya, bahkan agama, sehingga menjadikannya tidak hanya sebagai sikap individual, tetapi juga bagian dari sistem yang lebih luas.

Dalam konteks masyarakat patriarkal seperti Indonesia, konstruksi gender telah menempatkan laki-laki pada posisi superior yang kerap disalahgunakan untuk menegaskan kontrol terhadap perempuan dan anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun